kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Simak poin-poin dalam RUU Cipta Kerja Peternakan dan Kesehatan Hewan


Jumat, 13 Maret 2020 / 21:14 WIB
Simak poin-poin dalam RUU Cipta Kerja Peternakan dan Kesehatan Hewan


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak hanya masalah investasi, pemerintah juga mengatur terkait kegiatan di peternakan dan kesehatan hewan. Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, salah satu hal yang disederhanakan adalah terkait peraturan dalam menyelenggarakan kegiatan di bidang ini.

Salah satunya terkait pemasukan benih ternak dari luar negeri ke wilayah NKRI. Dalam pasal 15 RUU tersebut pemasukan benih ternak wajib memenuhi perizinan berusaha yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat yang nantinya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Baca Juga: Tunduk pada WTO, omnibus law ancam kedaulatan pangan nasional

Sementara di aturan selanjutnya, yaitu UU no. 41 tahun 2014, kegiatan ini wajib mendapatkan restu dari kementerian terkait dan diatur dengan Peraturan Menteri. Tak hanya itu, ini pun harus memenuhi beberapa persyaratan seperti persyaratan mutu, teknis kesehatan hewan, serta diwajibkan bebas dari penyakit menular yang disyaratkan oleh veteriner.

Lebih lanjut, benih hewan yang didatangkan dari luar negeri juga wajib memenuhi ketentuan peraturan perundangan di bidang karantina hewan dan memperhatikan kebijakan pewilayahan sumber bibit.

Selain terkait mendatangkan bibit hewan dari luar negeri, pemerintah juga mengatur terkait impor bibit hewan. Dalam RUU ini, kegiatan impor bibit hewan juga wajib memenuhi perizinan berusaha yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

Sebelumnya, ini juga harus mendapatkan izin dari kementerian terkait.

Baca Juga: Indonesia akan memperkuat kerjasama investasi dengan Australia

Setelah ekspor dan impor bibit ternak, pemerintah juga mengatur tentang budidaya ternak. Di situ disebutkan bahwa budi daya ternak hanya dapat dilakukan oleh peternak, perusahaan peternakan, serta pihak tertentu untuk kepentingan khusus.

Kegiatan ini pun wajib mendapatkan izin berusaha dari Pemerintah Pusat dan setelah mendapatkan izin, para pengusaha wajib untuk tidak mengganggu ketertiban umum sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.

Pemerintah juga melindungi para peternak, ini terlihat dari kewajiban yang ditetapkan untuk melindungi usaha peternakan dalam negeri dari persaingan tidak sehat antarpelaku usaha.

Ada lagi yang terlihat berbeda dalam RUU ini. Dulu, pengembangan usaha budi daya dilakukan oleh perorangan atau korporasi baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum Indonesia.

Baca Juga: Kemenkop UKM beberkan tiga jurus gairahkan UMKM dan Koperasi

Dalam RUU ini, pengembangan usaha budi daya diambil alih oleh Pemerintah Pusat lewat penanaman modal oleh perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang berbadan hukum. Inipun diatur dalam UU di bidang penanaman modal.

Terakhir, Pemerintah juga menetapkan sanksi administratif bagi siapa saja yang melanggar perundangan lewat Peraturan Pemerintah. Dalam UU yang lama, sanksi administratif yang dimaksud bisa berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan produksi, pencabutan nomor pendagtaran dan penarikan obat hewan, pakan, serta alat mesin, pencabutan izin, dan pengenaan denda.

Selanjutnya, setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan alat dan mesin tanpa mengutamakan keselamatan akan dikenai sanksi administratif berupa denda di kisaran Rp 50 juta - Rp 500 juta.

Baca Juga: Gara-gara banjir hingga corona, penjualan ritel sepi di awal tahun ini

Khusus untuk pelaku yang tidak melaksanakan kewajiban pemenuhan sanksi, maka baru akan dikenakan pidana kurungan paling singkat 3 bulan dan paling lama 11 bulan. Ini pun diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×