Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara terus mengalami kenaikan dari waktu ke waktu, yang terbaru Harga Batubara Acuan (HBA) September 2021 mencapai US$ 150,03 per ton. Angka ini naik US$ 19,04 per ton dibanding HBA bulan Agustus 2021 yang mencapai angka US$ 130,99 per ton.
Di tengah tren kenaikan harga batubara ini, sejumlah perusahaan batubara punya beragam strategi demi menjaga dan meningkatkan kinerja hingga sisa tahun ini.
Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava memastikan pada tahun ini pihaknya berfokus untuk memaksimalkan penjualan, dan menjaga margin serta keuntungan dari bisnis batubara. "Prioritas kami (juga) mempercepat pembayaran utang," ujar Dileep kepada Kontan, Rabu (8/9).
Merujuk laporan keuangan BUMI, liabilitas BUMI mencapai US$3,3 miliar per Juni 2021, naik dari US$ 3,29 miliar per akhir 2020. Dileep mengungkapkan saat ini biaya produksi yang dikenakan ada di kisaran US$ 33 hingga US$ 34 per ton dimana sekitar sepertiga dari biaya produksi digunakan untuk diesel. Pihaknya menargetkan besaran produksi ini dapat dijaga termasuk untuk kuartal III 2021 ini.
Baca Juga: Mitrabara Adiperdana (MBAP) kejar produksi 4 juta ton batubara tahun ini
Pada tahun ini BUMI menargetkan produksi batubara dapat mencapai 85 juta hingga 88 juta ton atau meningkat dari raihan tahun 2020 yang sebesar 81,5 juta ton. "Kami mengutamakan penjualan ke dalam negeri termasuk untuk PLN serta untuk ekspor," kata Dileep.
Sepanjang semester I 2021 BUMI meraup laba yang dapat diatribusikan sebesar US$ 1,89 juta atau membaik dari periode sama di tahun sebelumnya yang rugi US$ 86,1 juta. Serta pendapatan sebesar US$ 421,86 juta atau turun 4,21% year on year (yoy) dari raihan periode yang sama di tahun 2020 yang mencapai US$ 440,43 juta.
Sementara itu, manajemen PT Adaro Energy Tbk (ADRO) memastikan bakal tetap berfokus pada operasional bisnis inti sembari meningkatkan efisiensi serta menjaga tingkatan produksi.
Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira memastikan manajemen juga memaksimalkan upaya untuk menjaga kas serta mempertahankan posisi keuangan yang solid.
"Adaro akan terus mengikuti perkembangan pasar dengan tetap menjalankan kegiatan operasi sesuai rencana di tambang-tambang milik perusahaan dengan terus berfokus untuk mempertahankan marjin yang sehat dan kontinuitas pasokan ke pelanggan," ujar Ira kepada Kontan, Rabu (8/9).
Dalam catatan Kontan, ADRO mencatat realisasi produksi batubara sebanyak 26,49 juta ton batubara sepanjang semester pertama tahun ini. Capaian tersebut turun 3% dari total produksi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 27,29 juta ton batubara.
“Dari sisi produksi kami menargetkan 52 juta ton-54 juta ton batubara pada tahun ini,” ungkap Mahardika Putranto, Sekretaris Perusahaan Adaro dalam paparan publik, Senin (6/9).
Penurunan produksi batubara ini turut menurunkan volume penjualan batubara Adaro Energy sebesar 5% menjadi 25,78 juta ton ketimbang semester pertama tahun sebelumnya dengan total 27,13 juta ton batubara. Meski produksi dan penjualan turun, tapi kenaikan harga batubara menyokong kinerja keuangan ADRO.
Adaro Energy mencatat kenaikan pendapatan 15% yoy menjadi US$ 1,56 miliar di semester pertama 2021. Di saat yang sama, emiten ini mengantongi laba inti sebesar US$ 330 juta pada semester pertama 2021. Laba ini naik sekitar 45% ketimbang periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) membidik produksi batubara 54 juta ton
Di sisi lain, PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT) memastikan belum ada rencana ekspansi di tengah kenaikan harga batubara saat ini. "Saat ini perusahaan masih fokus untuk mengoptimalkan aset tambang yang ada," ujar Sekretaris Perusahaan SMMT Chrismasari Dewi Sudono ketika dihubungi Kontan, Rabu (8/9).
Chrismasari mengungkapkan, tren positif harga batubara diharapkan dapat berlanjut hingga akhir tahun ini. Hal ini juga dinilai bakal berdampak positif untuk pasar batubara baik domestik maupun ekspor.
Adapun, SMMT mencetak laba bersih sebesar Rp 44,08 miliar di semester I 2021. Torehan laba ini meningkat signifikan ketimbang semester I 2020 dimana SMMT mencatatkan rugi bersih Rp 7,09 miliar. Selain peningkatan laba bersih, pendapatan SMMT terdongkrak 105,9% year on year (yoy) menjadi Rp 180,87 miliar dari raihan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp 87,84 miliar.
Chrismasari memastikan, biaya produksi untuk kuartal III diproyeksi tak bakal jauh berbeda dengan periode kuartal II 2021 mengingat tidak ada perubahan komponen biaya yang signifikan. "Jumlah biaya produksi per semester I 2021 mencapai Rp 140 miliar," terang Chrismasari.
Asal tahu saja, memasuki tahun ini SMMT merencanakan alokasi capex tidak lebih dari Rp 20 miliar. Hingga saat ini realisasi capex disebut telah mencapai 25%.
Selanjutnya: Bukit Asam (PTBA) menambah kapasitas angkut batubara jadi 72 juta ton per tahun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News