Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Risiko dan biaya eksplorasi yang tinggi menjadi salah satu kendala pengembangan listrik dari energi panas bumi. Pemerintah pun kabarnya bakal memberikan insentif melalui skema cost reimbursment sebagai kompensasi atas eksplorasi dan pengembangan infrastruktur panas bumi.
Rencana tersebut tertuang dalam Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) tentang pembelian tenaga listrik Energi Baru dan Terbarukan (EBT) oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pasalnya, beleid tersebut dimaksudkan untuk memberikan insentif dan skema harga yang lebih mendorong pengembangan listrik berbasis energi bersih.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyampaikan, selama ini biaya eksplorasi dibayarkan langsung oleh pengembang, yang dalam praktiknya pengembalian biaya eksplorasi akan masuk ke dalam perhitungan tarif listrik yang dijual.
Baca Juga: Gencar garap EBT, berikut progres proyek listrik Medco Power
"Kalau di-reimburse, maka komponen biaya eksplorasi bisa dikurangi dalam struktur tarif listrik panas bumi," ungkap Fabby saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (27/7).
Namun, Fabby belum membeberkan secara persis potensi pengurangan dari komponen biaya tersebut. Yang jelas harga listrik panas bumi saat ini masih berkisar di angka US$ 9 cent - US$ 14 cent per kWh, tergantung dari lokasi dan kapasitasnya.
Fabby menilai, harga listrik memang menjadi tantangan pengembangan panas bumi. Dia berharap, regulasi EBT yang tengah disusun ini dapat memberikan jalan keluar bagi penurunan biaya investasi melalui pemberian insentif dan skema pembiayaan.
Reimbursment, kata Fabby, sejatinya bukan lah satu-satunya faktor yang dapat membuat keekonomian proyek Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) menjadi menarik.
Sebab menurutnya, proyek dikatakan menarik apabila cadangan panas bumi yang ditemukan cukup ekonomis untuk dikembangkan dan tarif listrik sesuai dengan ekspektasi keuntungan pengembang atau capaian pengembalian modal alias Internal Rate of Return (IRR).
"Keekonomian tidak tergantung pada reimbursment, ini kan dimaksudkan mengurangi komponen biaya eksplorasi saja. Jadi kalau wilayah panas bumi itu nanti ditender dan dikelola oleh pengembang lain, maka pengembang yang melakukan eksplorasi tidak kehilangan uang," kata Fabby.
Baca Juga: Pandemi corona bisa pengaruhi target PLN dalam RUPTL 2020-2029
Kendati begitu, adanya kompensasi berupa reimbursment dalam melakukan eksplorasi diharapkan dapat membuat pengembangan panas bumi semakin menarik bagi investor. Sebab pada pokoknya, pengurangan risiko atau pun biaya eksplorasi memang diperlukan.
"Pada intinya eksplorasi itu berisiko bagi pengembang dan berbiaya mahal karena mereka harus mengeluarkan uang sendiri di depan. Kalau risiko ini diambil pemerintah maka diharapkan tingkat risiko turun," sebut Fabby.
Hanya saja, Fabby mengingatkan bahwa skema cost reimbursment bukan menjadi satu-satunya cara dalam meminimalkan risiko dan biaya eksplorasi. Dalam hal ini, kata Fabby, eksplorasi dapat dilakukan oleh pemerintah. Bisa melalui penugasan, atau tender untuk eksplorasi lanjutan berdasarkan identifikasi potensi awal.
Adapun, identifikasi potensi awal itu bisa dilakukan oleh Badan Geologi. "Kalau pemerintah mau, eksplorasi dilakukan oleh Pemerintah, jadi yang dilelang adalah lapangan yang sudah jelas cadangannya," kata Fabby.
Kata dia, jika pemerintah ingin menurunkan harga listrik panas bumi menjadi di bawah US$ 7 cent per Kwh, maka risiko dan biaya eksplorasi harus diturunkan. Sebab, komponen eksplorasi bisa mencapai 20%-30% dari total investasi.
Merujuk pada draft Rancangan Perpres tentang pembelian tenaga listrikĀ EBT yang didapatkan Kontan.co.id, Pasal 20 ayat 3 menyebutkan, salah satu bentuk dukungan pemerintah ialah dengan memberikan insentif fiskal berupa kompensasi biaya eksplorasi panas bumi.
Lebih lanjut, Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa pemerintah dapat memberikan kompensasi biaya eksplorasi dan pengembangan infrastruktur kepada: (a) pemegang Izin Panas Bumi (IPB), (b) pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi dan/atau, (c) pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi.
Pasal berikutnya menyatakan bahwa pemberian kompensasi berupa sejumlah dana atas kegiatan eksplorasi dan pengembangan infrastruktur diberikan setelah beroperasi secara komersial alias Commercial Operation Date (COD).
Baca Juga: Ada skema cost reimbursment di rancangan perpres EBT
Sementra itu, Pasal 29 ayat 2 menyebutkan, Pemerintah melalui Menteri dalam pelaksanaan kegiatan eksplorasi panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung dapat menugaskan:
(a) Badan Geologi; dan/atau (b) badan usaha milik negara yang berpengalaman dalam pelaksanaan Eksplorasi Panas Bumi. Adapun, pelaksanaan kegiatan eksplorasi panas bumi itu dapat dibiayai melalui anggaran pendapatan belanja negara dan/atau sumber pendapatan lain yang sah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan eksplorasi panas bumi yang dilaksanakan oleh pemerintah, maupun mengenai tata cara pemberian kompensasi biaya eksplorasi dan pengembangan infrastruktur akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News