kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.907.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.190   -5,00   -0,03%
  • IDX 6.862   -16,55   -0,24%
  • KOMPAS100 998   -3,86   -0,39%
  • LQ45 763   -2,77   -0,36%
  • ISSI 226   -0,90   -0,39%
  • IDX30 393   -1,48   -0,38%
  • IDXHIDIV20 454   -2,05   -0,45%
  • IDX80 112   -0,37   -0,33%
  • IDXV30 114   -0,34   -0,30%
  • IDXQ30 127   -0,96   -0,75%

Skema rumah swadaya diragukan implementasinya


Senin, 04 Januari 2016 / 18:25 WIB
Skema rumah swadaya diragukan implementasinya


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Meski masuk dalam Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah, program rumah swadaya dinilai tidak benar-benar ada, alias hanya dimanfaatkan oleh para pejabat yang memiliki kepentingan politis.

Terlebih, untuk saat ini, tidak ada mekanisme baru dalam pengadaan dana bantuan untuk program rumah swadaya.

Penyediaan rumah swadaya masih mengandalkan skema bantuan sosial (bansos) yang digunakan untuk bedah rumah. 

Hanya, skema ini masih diragukan efektivitas dan implementasinya. Pasalnya, para kepala daerah yang diamanatkan menerima bansos ini banyak yang masuk penjara.

"Contohnya Gubernur Sumatera Utara (Gatot Pujo Nugroho) yang diajarkan Kementerian perumahan Rakyat (Kemenpera) untuk menerima bansos. Jadi dana bantuan bisa dalam skala besar tidak seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT)," ujar pengamat perumahan Jehansyah Siregar kepada Kompas.com, Kamis (31/12).

Menurut Jehansyah, tidak ada mekanisme yang membuktikan bahwa dana ini benar dipakai untuk pembangunan rumah swadaya.

Dalam satu kabupaten, bisa menyebar 1.000 paket rumah swadaya dengan nilai total Rp 10 miliar.

Kemudian bupati atau wali kota membuat laporan, dengan dilengkapi gambar-gambar sebelum dan sesudah pembangunan rumah.

"Ini diminati para politisi. Banyak kepala daerah yang mengajukan bansos dengan alasan laporan penerima bansos by name by address. Kok buat skema seperti ini? Jadi seperti panitia kurban," sebut Jehansyah.

Ia juga mempertanyakan, uang yang berasal dari Kementerian Keuangan ini diterima oleh siapa dan bagaimana pemerintah memastikan nomor rekening penerima bansos.

Hal ini, bisa menjadi permainan banyak pihak yang membentuk yayasan abal-abal dan dimanfaatkan kelompok-kelompok pendukung kepala daerah tertentu.

"Saya pernah menemukan ada nama yayasan yang terdaftar jadi penerima bantuan bansos. Yayasannya betul ada, alamatnya juga betul. Tapi saat saya tanya, tidak ada bantuan yang datang," jelas Jehansyah.

Ia menyayangkan bansos untuk rumah swadaya belum memiliki skema yang baru. Menurut dia, lebih baik bansos diberikan atas pengajuan dari komunitas-komunitas tertentu, misalnya pemberdayaan kelompok-kelompok koperasi pengusaha tahu dan tempe, pedagang kaki lima, atau kelompok-kelompok marginal.

Kemudian, pemerintah juga harus memverifikasi nomor rekening penerima. Dulu saat masa pemerintahan Soeharto, yayasan penerima kerja padat karya diverifikasi dan disyaratkan tidak boleh berdiri kurang dari dua tahun. (Arimbi Ramadhiani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×