Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
Sayangnya, hingga tulisan ini dibuat, pihak PT Chevron Pacific Indonesia belum bersedia untuk menjawab permintaan konfirmasi yang disampaikan Kontan.co.id.
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, potensi adanya perubahan konsorsium di tengah kelanjutan proyek yang berlarut-larut, bisa menimbulkan sentimen negatif terhadap iklim investasi migas di tanah air.
"Itu mungkin multifaktor sebabnya. Tapi kalau berlarut, itu bisa membuat investor jadi wait and see,. Dikhawatirkan begitu," katanya ke Kontan.co.id, Selasa (8/10).
Oleh sebab itu, Komaidi menilai pembahasan antara pihak Chevron dengan SKK Migas atau representasi pemerintah, perlu lebih diintensifkan. Hal itu dimaksudkan untuk mencari titik temu agar pengerjaan proyek IDD ini bisa terakselerasi.
Baca Juga: Paska gempa, Chevron bangun fasilitas kesehatan di Lombok
"Pemerintah pun harus melihat bagaimana keekonomian proyek ini secara realistis, juga dihitung risikonya. Kalau dari Chevron kan inginnya IRR (Internal Rate of Return) yang tinggi. Jadi harus ketemu di tengah," terangnya.
Menurut Komaidi, jika proyek ini berlarut dan pengerjaannya molor dari jadwal, maka akan merugikan kedua belah pihak. Komaidi bilang, jadwal proyek yang mundur akan memperbesar beban biaya yang harus ditanggung, sehingga membuat keekonomian proyek menjadi tertekan.
"Sedangkan bagi negara, kalau proyek tertunda nanti produksinya semakin lama. Jadi bisa kehilangan produk, dan potensi penerimaan negara. Di keduanya ada potential lost," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News