kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

SNI datang, harga mainan anak bakal melambung


Rabu, 18 September 2013 / 10:11 WIB
SNI datang, harga mainan anak bakal melambung
ILUSTRASI. Petani memanen kelapa sawit di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (30/7/2021). . (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

BANDUNG. Penerapan Standard Nasional Indonesia (SNI) untuk industri mainan ternyata cukup membuat pedagang-pedagang mainan khawatir. "Importir sudah kasih tahu soal itu. Efeknya, harga barang-barang pasti mahal karena ada biaya tambahan untuk pelabelan SNI," ujar Lili (52), pemilik toko mainan anak-anak di Jalan Cibadak, Bandung, kemarin (17/9).

Sejak rupiah melemah terhadap dolar AS, harga dagangannya naik 5 sampai 10%. Hal itu, kata Lili, membuat penjualan atau omzetnya menyusut hingga 30%. Namun, Lili enggan menyebutkan nilai omzetnya. Ia lebih khawatir pemberlakuan label SNI memperburuk hasil penjualannya.

Penjualan terbanyak toko mainan itu terutama kepada pada pedagang kaki lima. Menurutnya, harga mainan anak-anak pengambilan barang Rp 5.000 hingga Rp 100.000 tiap item, terbilang mahal bagi barang pedagang kaki lima. "Mereka kan jual lagi, pasti lebih mahal," katanya.

Lili mengaku 70% mainan yang ia jual berasal dari Cina sedangkan sisanya mainan produksi lokal. Perempuan itu setuju terhadap penerapan SNI yang terutama berniat melindungi anak-anak dari bahan kimia yang terkandung dalam mainan anak-anak. "Hanya, daya beli masyarakat saat ini rendah. Selama ini, umumnya masyarakat hanya menghendaki barang murah mengabaikan kualitas," ujar Lili.

Menurutnya, banyak mainan yang tidak tersedia di dalam negeri terutama, mainan dengan menggunakan remote control. Ia menyebutkan kuantitas dan kualitas mainan dalam negeri pun belum mumpuni. "Untuk mendapatkan satu jenis barang saja harus menunggu tiga bulan," katanya.

Pengelola Istana Toys, Irfan Setiawan (24), mengatakan hal yang sama. Menurutnya, mainan hasil produksi lokal kurang rapi dan banyak sisa-sisa serbuk. Produk seperti itu, ucapnya, berbahaya bagi anak-anak, terutama yang berusia di bawah tiga tahun. "Itu (kondisi mainan) yang saya lihat. Padahal, anak-anak di bawah tiga tahun suka masukkan ke mulut," ujarnya.

Irfan mengaku banderol mainan di toko yang dikelolanya naik antara 5 hingga 10% dengan kisaran harga Rp 5.000 sampai Rp 485.000 per item. Istana Toys juga menjual mainan-mainannya ke pedagang kaki lima dan pedagang keliling. Irfan mengatakan mendukung penerapan SNI terhadap mainan anak-anak. "Sejauh ini, mainan-mainan yang kami aman. Semoga penerapan SNI tak membuat kenaikan harga yang tajam," katanya.

Dia menyebutkan komposisi antara mainan lokal dan mainan impor di tokonya seimbang. Sebagian besar mainan impor terutama mainan yang dilengkapi remote control.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian No.24/M-Ind/PER/4/2013 soal Pemberlakuan SNI wajib untuk produk mainan anak-anak yang berlaku mulai Oktober 2013. (Tribunnews.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×