kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal BLU Batubara, Pelaku Usaha Minta Kepastian Kebijakan


Senin, 23 Januari 2023 / 15:05 WIB
Soal BLU Batubara, Pelaku Usaha Minta Kepastian Kebijakan
ILUSTRASI. Terminal batubara PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk (CNKO) di Samarinda, Kaltim, Jumat (13/9/2013). Kontan/Panji Indra


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pengusaha batubara yang tergabung dalam Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo) dan Asosiasi Pertambangan Indonesia (APBI) meminta kepastian kebijakan dari pemerintah, salah satu yang disoroti adalah Badan Layanan Umum (BLU). 

Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Anggawira menjelaskan, walaupun bisnis batubara tetap prospektif di sepanjang tahun ini, pihaknya melihat satu tantangan terbesar ialah ketidakpastian kebijakan terkait bisnis batubara. 

“Misalnya saja kebijakan Badan Layanan Umum (BLU) yang sudah dibahas cukup panjang tetapi akhirnya mentah lagi,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (20/1). 

Anggawira meminta, agar ada kepastian kebijakan dari pemerintah Indonesia agar menjadi acuan untuk melakukan langkah ekspansi ke depannya. 

Baca Juga: BUMI Targetkan Produksi 81,4 Juta Ton Batubara, Simak Rekomendasi Sahamnya

Senada, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menyatakan prospek bisnis batubara di tahun ini cukup baik karena ditopang harga komoditas yang diperkirakan masih di level positif. 

“Namun demikian, untuk memaksimalkan berkah dari tingginya harga komoditas, APBI mengharapkan Pemerintah dapat segera merevisi formula Harga Acuan Batubara (HBA) mengingat disparitas harga ekspor dan HBA/HPB yang semakin melebar,” jelasnya saat dihubungi terpisah. 

Adapun revisi formula HBA sangat mendesak sebelum Pemerintah memberlakukan skema pungut salur yang nantinya akan dikelola oleh badan pemerintah (BLU). 

Di tahun ini, pengusaha batubara juga akan mengalami tantangan berupa kenaikan biaya operasional, seperti harga bahan bakar, beban biaya perpajakan seperti kenaikan tarif royalti, Pajak Pertambangan Nilai (PPN), serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari kementerian lain. Sejumlah beban ini secara langsung menambah beban perusahaan. 

Selain itu, penerapan aturan sanksi denda dan kompensasi Domestic Market Obligation (DMO) yang tercantum dalam KepMen 267/2022 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri akan berdampak signifikan khususnya bagi perusahaan-perusahaan skala kecil. Oleh karena itu aturan tersebut perlu segera direvisi. 

Terlepas dari tantangan yang ada, Hendra melihat dalam jangka pendek peluang permintaan batubara di sepanjang tahun ini masih kuat termasuk dari dalam negeri. Peluang pasar non-tradisional seperti misalnya Eropa juga diperkirakan cukup tinggi di tahun 2023. Adapun menguatnya harga komoditas mendorong beberapa perusahaan besar untuk berinvestasi menghasilkan energi yang lebih bersih atau diversifikasi usaha.   

Sejalan dengan tren transisi energi ke energi yang lebih bersih, Hendra mengakui,  ekspansi pelaku usaha pertambangan batubara dalam tiga tahun terakhir sudah  mengarah kepada diversifikasi usaha. Perusahaan tersebut banyak berinvestasi ke ekosistem kendaraan listrik, hydro power, PLTS, smelter nikel, smelter aluminium, dan mineral lainnya.  

Baca Juga: MNC Energy Investments (IATA) Menadah Berkah dari Melambungnya Harga Batubara

“Jadi beberapa perusahaan pertambangan batubara skala menengah dan besar telah menunjukkan komitmen dalam melakukan transformasi usaha dengan menghasilkan energi yang lebih besar,” terangnya. 

Nantinya upaya ini akan berkontribusi positif dalam mendukung upaya Pemerintah dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×