Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Regulasi impor limbah non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tampaknya masih menimbulkan polemik. Pasalnya, adanya beberapa ketentuan yang dirasa bermasalah dalam aturan impor limbah B3 dinilai berpotensi menghambat kegiatan importasi bahan baku daur ulang limbah non-B3.
Sebelumnya, keresahan yang demikian sempat beberapa kali disampaikan oleh Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI). Maklum saja, limbah non-B3 seperti misalnya kertas bekas atawa old news paper (ONP) merupakan bahan baku yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi pelaku industri kertas.
Adapun poin-poin dalam ketentuan regulasi impor limbah non-B3 di antaranya meliputi ketidakjelasan definisi limbah nonB3 akibat kerancuan makna dari istilah homogen dan bersih serta kejelasan perihal ketentuan keharusan pengapalan langsung (direct shipment), dan eksportir yang teregistrasi.
Baca Juga: APKI: Permendag No. 84 Tahun 2019 berpotensi rugikan industri kertas
Pemerintah sendiri telah beberapa kali melakukan revisi terhadap regulasi impor limbah B3 yang ada. Pada 23 Oktober 2019 misalnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengundangkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 84 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri.
Ketentuan ini menggantikan regulasi impor limbah B30 yang berlaku sebelumnya, yakni Permendag Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-Bahan Berbahaya dan Beracun.
Tak berhenti sampai di situ, pemerintah selanjutnya kembali menerbitkan beleid berupa Permendag Nomor 92 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Nomor 84 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri guna menjawab keresahan pelaku industri.