kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45894,86   -13,68   -1.51%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal Rencana Merger Pelita Air dan Citilink, Begini Tanggapan APJAPI


Sabtu, 16 Desember 2023 / 07:15 WIB
Soal Rencana Merger Pelita Air dan Citilink, Begini Tanggapan APJAPI
ILUSTRASI. Merger maskapai penerbangan Pelita Air dan Citilink diyakini mampu menekan harga tiket pesawat


Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (Apjapi) menanggapi pernyataan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)  yang berencana melebur Pelita Air dan Citilink menjadi satu.

Melansir dari KompasMoney, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa merger atau penggabungan maskapai penerbangan Pelita Air dan Citilink diyakini mampu menekan harga tiket pesawat. Erick Thohir menyebut, minimnya jumlah armada pesawat menjadi salah satu penyebab mahalnya harga tiket pesawat. 

Ketua Apjapi sekaligus pengamat maskapai penerbangan Alvin Lie menyatakan tidak dapat menemukan korelasi antara tujuan dan maksud Kementerian BUMN atas merger kedua maskapai tersebut.

Baca Juga: Pelita Air Buka Rute Penerbangan Non Stop Jakarta – Sorong

"Harga tiket pesawat mahal karena biaya avtur meningkat, biaya pajak komponen ekspor meningkat dan biaya operasional juga meninggi. Bagaimana harga tiket pesawat dapat ditekan dengan merger ini?" kata Alvin saat dihubungi Kontan, Jumat (15/12). 

Alvin melanjutkan, pihaknya menyayangkan rencana merger tersebut dan menganggapnya sebagai sebuah kemunduran. Ia berpendapat, jika tiap maskapai itu dapat bertahan maka Pelita Air, Citilink dan Garuda Indonesia bisa beraliansi membagi peran untuk melayani rute tertentu. 

Ia memberikan contoh, aliansi maskapai penerbangan yang terbentuk biasa seperti SkyTeam, One World atau Star Aliance, jika Pelita Air dan Citilink masih dapat berdiri sendiri dan bekerjasama dengan Garuda Indonesia. Ia menilai, jumlah pesawat Pelita Air dan Citilink pun masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pihak swasta. 

Senada, Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Bayu Sutanto secara singkat juga mengomentari bahwa pihaknya tidak memahami alasan Kementerian BUMN menjalankan merger untuk menekan biaya tiket pesawat. 

Lebih lanjut, Alvin menuturkan, saat ini baik maskapai penerbangan low cost carrier (LCC) dan non-LCC juga menghadapi problem yang sama.

"Jika berbicara mengenai persaingan bisnis antar maskapai penerbangan low cost carrier (LCC), semua masih memasang harga tiket di Tarif Batas Atas (TBA) yang berlaku sejak 2019 beserta fuel surcharge. Dan ini dialami oleh semua maskapai penerbangan, tidak hanya LCC saja, oleh sebab itu harga tiket pesawat semua tidak dapat fleksibel," urai Alvin.

Baca Juga: Begini Penjelasan Kementerian BUMN Terkait Merger BUMN Aviasi

Jika TBA dinaikkan, lanjut Alvin, ketika high season jelang natal, maka harga tiket akan naik dan saat tidak high season harga tiket turun. Namun dengan TBA yang berlaku saat ini, maskapai penerbangan memberlalukan harga sama saat high dan low season, harga tidak bisa diturunkan lagi sehingga tidak fleksibel.

Ia menyatakan tantangan terbesar bagi industri maskapai penerbangan domestik tahun 2023 ini adalah kenaikan biaya operasional, avtur dan nilai tukar rupiah yang merosot hampir Rp16.000 per dolar. 

Ia berharap, tahun depan akan ada peninjauan kembali tentang kebijakan TBA. Kalau memang pemerintah tidak mengubah TBA, justru konsumen kasihan karena harga tiket tidak fleksibel.

"Ini sungguh aneh, tarif tol tiap 2 tahun, boleh naik, bandara boleh naik, tapi harga tiket pesawat selama 4 tahun tidak boleh berubah. Kalau tidak ada peninjauan, ini akan terus mengurangi frekuensi penerbangan dan bahkan menutup rute tertentu," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×