kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Subsidi Nelayan Terancam di Hapus di WTO, Pengamat Minta Pemerintah Lakukan Ini


Rabu, 06 Maret 2024 / 22:29 WIB
Subsidi Nelayan Terancam di Hapus di WTO, Pengamat Minta Pemerintah Lakukan Ini
ILUSTRASI. Kapal nelayan usai melaut memasuki dermaga di Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (20/2/2024). Pemerintah menargetkan nilai tukar nelayan (NTN) pada 2024 mencapai 108 meningkat dari rata-rata NTN 2023 sebesar 105,40. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/Spt.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan subsidi nelayan tidak mencapai kesepakatan dalam perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 26-29 Februari. Artinya wacana penghapusan subsidi nelayan masih menjadi ancaman bagi Indonesia. 

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menilai, pemerintah harus menyiapkan langkah jika penghapusan ini dilakukan.

Apalagi isu penghapusan subsidi nelayan sudah lama di bahas di WTO. 

Baca Juga: Subsidi Nelayan Terancam Dihapus di WTO, Ini Kata KNTI

Beberapa hal yang dilakukan utamanya adalah perbaikan  sistem penyaluran BBM bersubsidi yang mudah di akses bagi nelayan tradisional.

Hal ini dilakukan agar nelayan tidak semakin terpukul dengan kebijakan penghapusan subsidi di WTO. 

"Mengingat ada fakta di lapangan menunjukkan bahwa penyimpangan dalam penyaluran BBM bersubsidi masih marak terjadi dan patut diduga melibatkan oknum aparat keamanan," jelas Halim pada Kontan.co.id, Rabu (6/3). 

Untuk itu, pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan dalam proses distribusi BBM subsidi mulai dari pusat hingga ke tangan nelayan. Selain itu, pemerintah harus menyediakan laporan berkala kepada publik berkenaan dengan proses penyaluran. 

"Bila ditemukan penyimpangan, pemerintah perlu menindak secara tegas pelakunya berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku," jelas Halim. 

Baca Juga: Subsidi BBM Nelayan Kecil Belum Mendapatkan Kesepakatan di Perundingan WTO

Halim menegaskan dihapus tidaknya subsidi nelayan di WTO pemerintah tetap harus memenuhi kewajibanya memberikan subsidi BBM bagi nelayan kecil sesuai dengan amanat UU 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. 

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Djatmiko Bris Witjaksono menjelaskan bahwa subsidi perikanan ini termasuk yang belum mendapatkan kesepakatan dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-13 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 26-29 Februari. 

Djatmiko menjelaskan adanya beberapa kepentingan yang membuat isu ini buntu tidak meraih kesepakatan.

Meskipun dalam dua tahun terakhir subsidi nelayan telah gencar disuarakan dalam WTO. 

Katanya, negara berkembang termasuk Indonesia meminta untuk ada perlakuan khusus terhadap subsidi nelayan ini karena memiliki banyak profesi nelayan yang bergantung pada subsidi dari pemerintah. Dan menurutnya, hal ini sah untuk diperjuangkan di WTO. 

Baca Juga: Program Gemarikan KKP Kini Menyasar para Santri di Lamongan

"Indonesia tentu banyak kepentingan bersama dengan negara kepulauan lainnya untuk memastikan namanya special differential treatment untuk nelayan karena perlu dukungan pemerintah mendapatkan subsidi," jelas Djatmiko dalam konferensi pers daring, Selasa (5/2). 

Sementara negara maju juga memiliki kepentingan lain khususnya terkait dengan isu manajemen adanya kekhawatiran penangkapan ikan berlebih dan mengancam keberlanjutan stok ikan. 

Diketahui, sejumlah negara mulai menyepakati pelarangan atas subsidi yang mendorong penangkapan ikan berlebih dan mengancam keberlanjutan stok ikan itu. 

Pada KTM ke-13 WTO, pada 26 Februari 2024, sembilan negara menyatakan menerima perjanjian subsidi perikanan.

Dikutip dari wto.org, sembilan negara itu meliputi Brunei Darussalam, Chad, Malaysia, Norwegia, Rwanda, Arab Saudi, Togo, Turki, dan Filipina. 

Penerimaan terbaru dari negara-negara anggota WTO tersebut menambah jumlah anggota WTO yang menerima kesepakatan subsidi perikanan menjadi 70 negara.

Dengan demikian, hanya tersisa 40 negara anggota lagi untuk menyepakati perjanjian menuju berlakunya pembatasan subsidi perikanan. 

Kesepakatan melarang subsidi perikanan yang merugikan dianggap sebagai langkah maju bagi keberlanjutan laut.

Terdapat delapan jenis subsidi perikanan yang dilarang oleh WTO, salah satunya subsidi BBM, asuransi nelayan, dan biaya pegawai, dan termasuk subsidi peningkatan kapasitas kapal bagi nelayan kecil dan tradisional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×