Reporter: Gentur Putro Jati |
JAKARTA. Kementerian Perhubungan (Kemhub) mempertanyakan alasan Kementerian ESDM yang mengaku kesulitan menyediakan BBM bersubsidi untuk keperluan PT Kereta Api (Persero) atau PTKA.
Direktur Keselamatan dan Teknik Sarana Ditjen Perkeretaapian Kemhub Hermanto Dwiatmoko mengakui bahwa saat ini instansinya tidak mengatur secara tegas, pembagian lokomotif yang digunakan untuk menarik rangkaian kereta kelas eksekutif, bisnis dan ekonomi.
"Saat ini tidak ada pengaturan bahwa lokomotif tertentu harus digunakan untuk kelas tertentu. Jadi bisa saja lokomotif yang ada digunakan untuk kelas manapun sesuai kebutuhan PTKA," kata Hermanto, Kamis (7/10).
Namun, Hermanto berdalih saat ini Kementerian ESDM juga tidak membatasi konsumsi BBM bersubsidi untuk bus kelas VIP, eksekutif atau bahkan kendaraan pribadi yang mewah.
"Kalau di jalan raya toh, bensin bersubsidi dipakai di bus eksekutif juga. Mobil pribadi yang mewah juga bisa pakai bensin subsidi. Jadi alasan itu tidak tepat," katanya.
Namun ia menjanjikan, ke depannya Kemhub akan mengatur penggunaan lokomotif tersebut. Kemhub disebutnya akan menghibahkan tiga unit lokomotif CC 300 khusus untuk digunakan menarik KA ekonomi. Jumlahnya akan ditambah sesuai anggaran yang tersedia.
Dalam catatan Hermanto, saat ini PTKA mengoperasikan enam jenis lokomotif sebanyak 300 unit. Terdiri dari lokomotif CC 201, 202, 203, 204 dan lokomotif BB. Lokomotif tersebut semuanya dibuat oleh General Electric (GE), namun lokomotif CC 202 dibuat oleh General Motor (GM). Lokomotif jenis CC mengkonsumsi 2,5 liter solar per satu kilometer. Sementara jenis BB konsumsinya lebih sedikit.
Sebelumnya Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Evita Herawati Legowo mengaku kesulitan memenuhi permintaan Menteri Perhubungan Freddy Numberi.
Menhub menginginkan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan bisa mengalokasikan jatah BBM bersubsidi dan listrik non industri untuk menekan biaya operasi PTKA. Permintaan tersebut muncul usai Freddy memutuskan menunda kenaikan tarif KA ekonomi dari yang seharusnya berlaku 1 Oktober 2010.
"Agak sulit untuk memenuhinya, karena kepala kereta atau lokomotif tidak dedicated. Artinya lokomotif bisa digunakan untuk menarik semua kelas kereta tidak hanya kereta ekonomi, jadi sulit mengawasinya," ujar Evita.
Padahal seperti diketahui, pemerintah hanya memberikan dana subsidi penyelenggaraan KA (PSO) untuk kelas ekonomi sebesar Rp 535 miliar tahun ini. Dengan harapan, kekurangan biaya operasi KA ekonomi yang tidak bisa ditutupi dengan tarif yang ditetapkannya bisa ditutupi dengan dana tersebut. Sehingga dalam hemat Evita, harusnya BBM bersubsidi itu hanya dikonsumsi oleh lokomotif yang menarik rangkaian kereta ekonomi. Bukan digunakan untuk menarik rangkaian KA eksekutif dan bisnis yang tarifnya ditetapkan PTKA lebih tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News