Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Minyak dan Gas Bumi (Migas) tak kunjung jelas. Pasalnya, RUU Migas tidak masuk dalam daftar prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024 telah menetapkan 47 Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk dibahas. Namun, RUU Migas tidak masuk dalam daftar Prolegnas prioritas karena termasuk kategori kumulatif terbuka. Artinya, pembahasannya bisa dilakukan kapan saja tanpa perlu masuk prioritas, jika ada urgensi terkait pengubahan pasal-pasal dalam undang-undang
Wakil Ketua MPR RI sekaligus Anggota Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno mengatakan, RUU Migas tidak perlu masuk dalam daftar prioritas Prolegnas. Hal itu disebabkan RUU Migas termasuk dalam kategori kumulatif terbuka, sehingga dapat diajukan kapan saja tanpa terikat mekanisme prioritas Prolegnas.
“RUU Migas itu kumulatif terbuka. Artinya, ketika ada pasal-pasal dalam undang-undang yang sudah tidak berlaku lagi, itu bisa langsung diajukan tanpa harus melalui mekanisme prioritas Prolegnas,” ujar Eddy dalam agenda Hilir Migas Conference, Expo, & Awards 2024 di Jakarta, Kamis (12/12).
Eddy menjelaskan, DPR hanya diperbolehkan membahas dua undang-undang dalam satu waktu. Setelah pembahasan RUU Energi Baru Terbarukan (EBT) rampung, RUU Migas dapat langsung masuk dalam agenda pembahasan.
Baca Juga: Kementerian ESDM Targetkan Pengembangan Jargas 5,5 Juta Sambungan Rumah di 2030
Di sisi lain, Eddy menyatakan pentingnya percepatan pembahasan Revisi UU Migas untuk meningkatkan daya tarik sektor migas Indonesia di mata investor.
Menurut Eddy, RUU Migas sangat mendesak mengingat kinerja sektor migas yang terus menurun, terutama dalam hal lifting migas.
“Kita melihat lifting migas kita turun dari tahun ke tahun. Target lifting tahun ini saja sebesar 612 ribu barel per hari mungkin tidak tercapai, hanya sekitar 570 ribu barel per hari,” ungkap Eddy.
Penurunan lifting migas ini, menurut Eddy, menjadi indikasi bahwa sektor migas Indonesia tidak cukup menarik bagi investor. Oleh karena itu, revisi undang-undang diharapkan dapat membuat regulasi lebih ramah investasi (investor-friendly) dan meningkatkan minat investasi di sektor migas.
“Kita butuh investasi yang jauh lebih besar di sektor migas. Dengan perubahan undang-undang, harapannya sektor ini menjadi lebih kompetitif dan menarik bagi investor, sehingga dapat meningkatkan lifting migas nasional,” tambahnya.
Eddy menegaskan DPR memiliki komitmen kuat untuk menyelesaikan RUU Migas sesegera mungkin setelah pembahasan RUU EBT selesai. Langkah ini dianggap penting untuk mengatasi berbagai tantangan di sektor migas, terutama dalam menarik investasi yang lebih besar demi keberlanjutan energi nasional.
Dengan status kumulatif terbuka, kata Eddy, pembahasan RUU Migas dipastikan tidak akan terhambat meski tidak masuk dalam prioritas Prolegnas.
Eddy optimistis RUU ini dapat segera dibahas dan disahkan untuk memberikan dampak positif bagi sektor energi di Indonesia.
Baca Juga: 30% Masyarakat Paling Mampu Justru Tenggak BBM Pertalite?
Selanjutnya: Wijaya Karya Bangunan Gedung (WEGE) Bidik Kontrak Baru Rp 3,4 triliun di 2025
Menarik Dibaca: Cara Menggunakan Copilot AI untuk Edit Gambar dengan Praktis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News