Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kawasan berikat berhadapan dengan sejumlah tantangan di era perang tarif yang bakal memengaruhi arus perdagangan global. Tak hanya memacu ekspor, kawasan berikat mesti menutup celah impor ilegal maupun praktik pengalihan barang alias transshipment.
Pengembangan kawasan berikat masih terus berlangsung. Tampak dari aksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yang telah menebar sejumlah izin dan fasilitas fiskal kawasan berikat pada Agustus 2025, antara lain di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Banten.
Merujuk keterangan resmi Bea Cukai, sampai dengan Agustus 2025 ada sebanyak 1.512 perusahaan yang aktif sebagai perusahaan kawasan berikat. Dalam rilis yang disiarkan 7 Agustus 2025 tersebut, Bea Cukai mengklaim bahwa jumlah perusahaan kawasan berikat itu menunjukkan tren peningkatan dalam 10 tahun terakhir.
Berdasarkan hasil Kajian Penelitian Dampak Ekonomi TPB dan KITE tahun 2024 (atas data tahun 2023), perusahaan kawasan berikat menerima total fasilitas fiskal sebesar Rp 69,63 triliun. Dari sisi perdagangan internasional, kontribusi kawasan berikat terhadap ekspor nasional sebesar 27,94%.
Baca Juga: Ada 2 Perusahaan Dapat Fasilitas Kawasan Berikat, Bakal Serap 3.950 Pekerja
Nilai ekspor yang berasal dari kawasan berikat mencapai Rp 1.114,64 triliun. Terdiri atas berbagai komoditas unggulan seperti tekstil, elektronik, alas kaki, hingga produk otomotif. Sedangkan penambahan investasi yang mengalir ke dalam kawasan berikat tercatat sebesar Rp 221,53 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) Iwa Koswara menyampaikan bahwa kawasan berikat menjadi salah satu fasilitas strategis dalam mendukung pertumbuhan industri berorientasi ekspor. Menurut Iwa, kawasan berikat merupakan instrumen penting bagi perusahaan untuk menekan biaya produksi sekaligus meningkatkan daya saing di pasar global.
Supaya bisa menerima fasilitas kawasan berikat, perusahaan wajib memenuhi persyaratan ketat untuk memenuhi standar. "Fasilitas ini memberikan banyak kemudahan, tetapi syaratnya jelas. Industri harus transparan dan siap diawasi," kata Iwa saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (26/8/2025).
Iwa bilang, produksi di kawasan berikat berbasis pesanan dari pembeli luar negeri. Dus, dia pun menepis isu bahwa kawasan berikat menjadi pintu masuk barang impor ilegal. Sebab, barang yang diizinkan masuk kawasan berikat terbatas pada bahan baku, bahan penolong dan barang modal untuk proses produksi.
Sedangkan barang konsumsi atau barang jadi tidak diperbolehkan. Iwa menegaskan, penjualan ke pasar domestik bukan tujuan fasilitas kawasan berikat. Sekalipun ada, penjualan ke pasar domestik hanya dapat dilakukan dalam kondisi khusus yang diatur pemerintah.
Baca Juga: Insentif Kawasan Berikat dan KITE Tembus Rp 8,8 Triliun Hingga Kuartal I-2025
"Jumlahnya dibatasi kuota, wajib memenuhi kriteria, mendapatkan persetujuan resmi, serta dikenakan bea masuk dan pajak. Jadi ada prosedur yang sangat rigid apabila ada keperluan penjualan ke pasar dalam negeri. Jadi, kalaupun ada, ini sifatnya case by case," ungkap Iwa.
Sebagai informasi, hingga April 2025, APKB memiliki 645 anggota. Terdiri dari sejumlah klaster industri, antara lain: industri garment, benang dan tekstil, alas kaki, elektronik dan komponen, CPO dan turunannya, barang logam, mesin dan komponen, kimia dan farmasi, tembakau dan rokok, serta makanan dan minuman.
Dihubungi terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho memberikan sejumlah catatan untuk mengoptimalkan peran kawasan berikat. Pertama, peningkatan pengawasan dan penegakan hukum untuk menutup celah masuknya barang impor ilegal.
Kedua, peningkatan nilai tambah untuk mendorong pengembangan industri manufaktur di dalam negeri. Perusahaan di kawasan berikat perlu terus didorong agar tidak hanya melakukan perakitan sederhana, pengemasan dan ekspor, yang minim membawa nilai tambah bagi industri lokal.
Ketiga, mewaspadai praktik transshipment, terutama untuk produk-produk dari China di tengah perang tarif dengan Amerika Serikat (AS). Andry mengingatkan, AS serius dalam menangani masalah transshipment terutama untuk negara-negara yang dianggap sebagai proksi China.
"Jangan sampai Indonesia di-cap sebagai negara transshipment untuk produk asal China. Jika hal ini terjadi secara masif, maka kemungkinan kita akan dikenakan bea masuk cukup besar oleh AS," ungkap Andry.
Andry menyoroti pentingnya surat keterangan asal atau certificate of origin untuk barang-barang dari kawasan berikat. "Sehingga bisa membuktikan bahwa produk yang berasal dari Indonesia memang benar-benar produk yang dihasilkan oleh industri di dalam negeri," tandas Andry.
Baca Juga: Bea Cukai Catat 1.512 Perusahaan Sudah Nikmati Fasilitas Kawasan Berikat
Selanjutnya: Internet Makin Merata, Belanja Harian Juga Jadi Lebih Mudah
Menarik Dibaca: Internet Makin Merata, Belanja Harian Juga Jadi Lebih Mudah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News