Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
Khusus untuk smelter bauksit yang pembangunannya masih berjalan, rencana investasi tahun ini awalnya ditargetkan sebesar US$ 2,2 miliar. Pada tahun depan naik menjadi US$ 2,9 miliar dan US$ 178,56 juta pada tahun 2022.
Secara total, untuk keseluruhan smelter bauksit yang berjumlah sembilan smelter, investasinya mencapai US$ 7,94 miliar.
Mengenai kemungkinan mundurnya jadwal operasional dari enam smelter bauksit yang baru ke tahun 2023, Yunus mengatakan bahwa hal tersebut tidak akan mengganggu produksi dan bisnis nikel di tanah air. Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 alias UU Minerba yang baru, ekspor bauksit masih dimungkinkan hingga tahun 2023.
"Telah diamanatkan untuk mineral logam tertentu untuk dapat dilakukan ekspor hingga 3 tahun semenjak UU perubahan tersebut terbit," sebut Yunus.
Baca Juga: Aneka Tambang butuh pasokan listrik 75 MW untuk smelter feronikel di Halmahera Timur
Hal tersebut merujuk pada Pasal 170 A ayat (1) UU Minerba, yang mengatur bahwa pemegang Kontrak Karya (KK), IUP OP atau IUP Khusus (IUPK) OP mineral logam, dapat melakukan penjualan produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu ke luar negeri dalam jangka waktu paling lama tiga tahun sejak undang-undang ini berlaku.
Dengan syarat, (a) telah melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian, (b) dalam proses pembangunan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian, (c) telah melakukan kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian.
Sementara itu, Pasal 170 A ayat (3) mengatur bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dan jumlah tertentu penjualan ke luar negeri diatur dalam Peraturan Menteri.
Sebelumnya, Yunus mengatakan bahwa ekspor konsentrat tembaga, bijih besi dan bauksit yang sudah dicuci (washed bauxite) masih diperbolehkan, sesuai batasan minimum dalam Permen ESDM Nomor 25 tahun 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News