Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan luas tanam di musim tanam kedua (MT-II) tahun ini atau pada periode April-September 2020 bisa mencapai 5,6 juta hektare. Dari luas tanam tersebut diperkirakan produksi beras yang dihasilkan bisa mencapai 12,5 juta hingga 15 juta ton.
Menanggapi hal ini, Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menilai target tersebut sulit dicapai. Pasalnya, saat ini terjadi musim tanam serta proses penjualan gabah petani yang sulit sehingga petani kesulitan untuk menanam padi di musim tanam kedua.
Baca Juga: Kementan targetkan luas tanam di musim tanam II capai 5,6 juta ha
"Sehingga saya perkirakan di 2020 ini produksi padi justru menurun dibandingkan 2019, Kalau perkiraan saya benar, target itu terlalu tinggi. Sebagai target oke saja, tetapi dalam kenyataannya lebih rendah dari itu," ujar Dwi kepada Kontan, Minggu (14/6).
Lebih lanjut Dwi menjelaskan, target yang ditetapkan pemerintah pun sulit dicapai mengingat pergeseran musim tanam akan menyebabkan petani ragu-ragu menanam padi.
Sementara, harga gabah dalam beberapa bulan terakhir pun relatif rendah. Menurutnya, berdasarkan hasil analisis Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia ( AB2TI ) , sejak Maret hingga Mei harga gabah relatif rendag dan belum menunjukkan tren yang meningkat, inilah yang membuat petani mengalami kesulitan menanam padi.
"Bahkan sekarang ini terjadi penumpukan produksi di tingkat usaha tani. Dalam arti penjualannya agak susah. Karena penjualannya agak susah kan mereka membutuhkan modal untuk tanam. Kalau itu tidak ada mereka sulit tanam di musim tanam II," jelas Dwi.
Baca Juga: Dengan baby buncis, kelompok tani di Lembang bisa tembus pasar ekspor mancanegara
Sementara itu, Dwi juga mengatakan, seringkali pemerintah beranggapan bahwa produksi padi akan meningkat bila dilakukan berbagai progra,. PAdahal, menurut dia, petani yang menanam pun memilih menanam padi didasarkan atas perkiraan atau feeling, yang didasarkan atas iklim, serangan OPT. Menurut dia, beragam program pemerintah tak terlalu signifikan mendorong petani menanam padi.
Tak hanya itu, kegairahan petani untuk menanam komoditas tertentu juga dipengaruhi oleh faktor harga. Melihat kondisi harga gabah di tingkat usaha tani terganggu saat ini pun akan mempengaruhi minat petani melakukan penenaman di musim tanam berikutnya.
"ehingga kalau saya pribadi, bila pemerintah mau melakukan prorgram penjaminan harga yang memadai untuk usaha tani, bukan dengan cara HPP yang sekarang ini, itu mungkin petani akan bergairah.
Ketika petani bergairah tanam, otomatis produksi akan meningkat dengan sendirinya. Tidak perlu target , tidak perlu program yang muluk-muluk, produksi akan meningkat," ujar Dwi.
Baca Juga: Petrokimia Gresik gencar salurkan bantuan menghadapi kondisi new normal
Adapun, Dwi memperkirakan, produksi padi di tahun ini akan turun 4,7% dibandingkan tahun lalu. Padahal, di tahun lalu produksi padi sudah mengalami penurunan sekitar 7,7% dibandingkan 2018.
Dia berpendapat, produksi padi sudah menurun dalam kurun waktu 4 tahun berturut-turut. Sehingga menurutnya kondisi perberasan tahun ini agak kritis dibandingkan sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News