kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.908.000   -6.000   -0,31%
  • USD/IDR 16.313   10,00   0,06%
  • IDX 7.192   51,54   0,72%
  • KOMPAS100 1.027   0,61   0,06%
  • LQ45 779   -0,14   -0,02%
  • ISSI 237   2,91   1,24%
  • IDX30 402   -0,27   -0,07%
  • IDXHIDIV20 464   1,04   0,22%
  • IDX80 116   0,22   0,19%
  • IDXV30 118   1,12   0,95%
  • IDXQ30 128   -0,16   -0,12%

Tarif 19% AS Kabar Baik untuk Sektor Perikanan, Tapi Buyer Masih Wait and See


Rabu, 16 Juli 2025 / 20:30 WIB
Tarif 19% AS Kabar Baik untuk Sektor Perikanan, Tapi Buyer Masih Wait and See
ILUSTRASI. Seorang petugas Pelindo menjaga truk kontainer yang membawa produk kelautan dan perikanan yang akan diekspor di Pelabuhan Kendari New Port, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (24/6/2025). Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara melepas sebanyak 98 ton gurita beku dan daging kepiting senilai Rp28 triliun dengan tujuan negara Amerika Serikat dan Thailand. ANTARA FOTO/Andry Denisah/nz


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor perikanan memandang positif rencana penurunan tarif masuk tambahan produk Indonesia ke pasar Amerika Serikat (AS) dari 32% menjadi 19%. Namun, hingga saat ini buyer disebut masih mengambil sikap wait and see untuk industri perikanan. 

Untuk diketahui, komoditas perikanan menjadi salah satu yang mencatatkan kinerja positif pada 2024, dengan catatan pertumbuhan nilai ekspor sebesar 5,7% secara tahunan menjadi US$ 5,95 miliar. 

Namun, Ketua Perdagangan Luar Negeri Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Rani mengaku kinerja ekspor produk laut mulai loyo tahun ini. Ia menyebut ikan tuna, todak, kakap, mahi, dan kerapu, produk-produk yang banyak diekspor ke pasar AS, menjadi yang paling berisiko terdampak. 

Ini tentunya tak lepas dari penurunan harga jual yang terjadi seiring munculnya tarif tambahan AS sejak awal tahun. Dalam kondisi ini, pelaku usaha jelas terdampak. “Beberapa perusahaan masih menjual walau turun supaya bisa jalan, yang penting bisa run the company,” paparnya kepada Kontan, Rabu (16/7). 

Baca Juga: Udang Jadi Komoditas Utama Ekspor Sektor Perikanan, Akan Terdampak Tarif Resiprokal

Lebih lanjut, ia menyebut ekspor ke AS turut turun volumenya. Ini terjadi seiring dengan aksi wait and see dari buyer sampai ada tarif yang pasti. 

PT Dharma Samudera Fishing Industris Tbk. (DSFI) turut merasakan hal serupa. Corporate Secretary DSFI Saut Marbun menyebut, keberadaan tarif tambahan AS ini memang berpotensi menurunkan daya saing dan volume ekspor.

Maklum, sebelumnya sektor perikanan memang sama sekali terbebas dari pajak ekspor. Alhasil, tambahan tarif, meski hanya 19% ketimbang penetapan awal 32%, tetap memberi beban tambahan bagi pelaku usaha. 

Apalagi, AS merupakan pasar ekspor utama DSFI. “Kami lebih dapat bernapas dengan kemajuan penetapan tarif. Namun, risiko masih ada,” kata Saut kepada Kontan, Rabu (16/7). 

Baca Juga: Biaya Produksi Tinggi, Daya Saing Ekspor Perikanan Indonesia Jadi Lemah

Saat ini, Saut menyebut ada sejumlah produk yang paling diandalkan di pasar ekspor AS, yakni tuna, mahi-mahi filet, kakap merah filet, putihan filet, krapu filet, dan gurita. Produk-produk DSFI inilah yang bakal paling terdampak oleh tarif tambahan AS. 

Namun, Saut menyebut DSFI bakal terus menjaga kinerja ekspornya. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan menyasar pasar baru, seperti China, Timur Tengah, dan Korea Selatan. 

Pun, Rani menyebutkan hal yang sama. Selain Timur Tengah, ia bilang Uni Eropa, Asia dan Australia dapat menjadi target pasar ekspor baru untuk mengurangi porsi ekspor produk laut ke AS. 

Baca Juga: Nilai Ekspor Perikanan Indonesia Tembus US$ 1,94 Miliar di Triwulan I 2025

Selanjutnya: Menteri PU : Pembangunan Sekolah Rakyat Tahap II Dimulai September 2025

Menarik Dibaca: 5 Aroma Parfum yang Cocok Dipakai Siang Hari, Segarnya Bikin Semangat!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×