Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) solar semakin mahal bahkan kenaikannya sudah lebih dari dua kali lipat di akhir tahun ini jika dibandingkan awal tahun 2022.
Sebut saja Dexlite, bahan bakar solar yang dijual PT Pertamina yang saat ini sudah di posisi Rp 18.300 sampai Rp 19.000 per liter dari yang sebelumnya di kisaran Rp 9.500 hingga Rp 9.900 di awal 2022.
Sementara untuk Pertamina Dex kini harganya sudah di kisaran Rp 18.000 hingga Rp 19.200 per liter dari yang sebelumnya di kisaran Rp 11.150 per liter di awal tahun ini.
Kenaikan harga BBM Solar ini ternyata turut berdampak pada tarif jasa pertambangan khususnya untuk batubara.
Baca Juga: Genjot Ekspansi, PT GTS Internasional Tbk (GTSI) Anggarkan Capex US$ 24 Juta
Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) Bambang Tjahjono menjelaskan, jasa pertambangan khususnya kontraktor batubara, terikat kontrak jangka panjang dengan pemegang konsesi. Jadi penyesuaian harga menunggu perpanjangan kontrak umumnya minimal 5 tahun.
“Namun, kenaikan harga bahan bakar umumnya ter-cover di dalam kontrak, jadi selalu ada penyesuaian,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (28/12).
Bambang menjelaskan, penyesuaian tarif jasa pertambangan akibat kenaikan harga BBM ini tergantung negosiasi business to business antara masing-masing perusahaan.
“Perkiraan saya kenaikannya bisa lebih dari 10% dan itu masih tergantung konflik saat ini kapan redanya,” ujarnya.
Namun demikian, biaya kenaikan sparepart, biaya angkutan, dan lainnya tidak terkaver di dalam perjanjian kontrak sehingga kondisi saat ini diakui Bambang menjadi beban bagi perusahaan jasa pertambangan.
Baca Juga: Menakar Prospek Tiga Saham Rokok yang Tengah Diterpa Badai Kenaikan Tarif Cukai
Di satu sisi, perusahaan jasa tambang sejatinya berpeluang mendapatkan berkah dari rencana kenaikan produksi tambang batubara seirama dengan naiknya harga batubara saat ini. Namun nyatanya peluang ini tidak bisa diraup begitu saja karena ada beberapa faktor yang menghambat.
Bambang menjelaskan, hampir semua perusahaan tambang ingin menaikkan produksinya di mana 90% dikerjakan kontraktor. Tetapi produsen alat berat sangat hati-hati untuk menaikkan kapasitas produksi karena pengalaman masa lalu.
Akibatnya banyak produsen alat berat baru bisa memasok alat setahun lebih setelah pre-order.
“Karena sulit mendapat tambahan alat segera, banyak kontraktor yang terpaksa memperpanjang umur alat yang seharusnya sudah diganti, dengan melakukan overhaul mesin. Namun demikian tidak mudah juga mendapatkan sparepart yang dibutuhkan,” ujarnya.
Baca Juga: Beredar Isu Harga BBM Naik per 17 Desember, Ini Kata Pertamina
Lantas untuk prospek di tambang mineral, Bambang menyebut, hanya sedikit kontraktor yang mengerjakan karena umumnya proses penambangan dikerjakan sendiri. Selain kontraktor, persetujuan jasa pertambangan langsung dengan pemilik tambang.
Tentunya dengan kebijakan pelarangan ekspor bauksit dan bahan mentah mineral lainnya untuk jangka pendek atau satu tahun hingga dua tahun produksi bisa turun sementara, tetapi untuk jangka panjang tetap akan meningkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News