Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangunan smelter tembaga baru kembali menjadi sorotan. Tarik ulur proyek smelter tembaga milik PT Freeport Indonesia (PTFI) menjadi pemicunya. Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesia Mining Association (IMA) pun telah mengadakan diskusi dengan Komisi VII DPR RI untuk mendalami persoalan ini.
Focus Group Discussion (FGD) antara IMA dan Komisi VII digelar pada Senin (23/11) malam. Pelaksana Harian Direktur Eksekutif IMA Djoko Widajatno mengatakan, peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri memang sudah final diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 alias UU Mineral dan Batubara (Minerba).
Namun, keekonomian proyek smelter tembaga masih menjadi kendala. Padahal, polemik pembangunan smelter tembaga ini sudah berlangsung lama. Oleh sebab itu, IMA menilai perlu ada kajian mendalam yang disampaikan secara terbuka, baik dari pemerintah maupun Freeport Indonesia.
"Masalah ini sudah terlalu lama dibicarakan, ada pihak yang telah kehilangan keyakinan akan pelaksanaan hilirisasi tembaga dapat terealisasi. Hanya dengan keterbukaan dari pemerintah dan pihak Freeport dapat menyelesaikan masalah hilirisasi," ujar Djoko saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (27/11).
Baca Juga: Komisi VII bakal kaji untung rugi pembangunan smelter tembaga baru
Kata dia, saat beralih status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Freeport memang dikenakan kewajiban hilirisasi batubara di dalam negeri. Namun, pelaksanaan kewajiban tersebut setidaknya harus memenuhi empat syarat, yakni syarat yuridis, keadilan, ekonomis dan efisiensi.
"Pemerintah mempunyai peran sebagai pemberi izin, dan pemegang IUPK melaksanakannya dengan syarat-syarat yang dibuat oleh Pemerintah dengan menunjukan peralihan dari KK menjadi IUPK tetap memberikan peningkatan pendapatan negara, dengan syarat seperti di atas," sambung Djoko.
Menurutnya, aturan turunan UU Minerba semestinya bisa memberikan "win win solution" agar pemegang IUPK tetap bisa menjalankan kewajibannya tanpa menimbulkan kerugian. Diskusi pun masih dilakukan IMA dengan stakeholders terkait.
"IMA akan taat kepada hukum, maka perlu dicarikan solusinya dari peraturan turunan UU No.3/2020. Upaya yang sedang dilakukan mencari solusi agar win win sejalan dengan peraturan yang berlaku," sambung Djoko.