Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
Kondisi ini tentu berdampak negatif bagi bisnis perhotelan yang notabene merupakan fasilitas akomodasi bagi orang-orang yang melakukan kegiatan mobilisasi seperti pariwisata. Maulana juga bilang, pendapatan dari pajak hotel dan restoran masuk dalam kategori pariwisata. Sektor pajak ini biasanya menjadi andalan bagi tiap daerah.
“Ketika bisnis hotel dan restoran turun akibat wabah Corona, pemerintah daerah bisa kehilangan pendapatan dalam jumlah besar,” tukas dia.
Turunnya jumlah pengunjung hotel akibat wabah Corona berujung pada ditutupnya sebagian hotel di Indonesia. PHRI mencatat, per 5 April lalu, terdapat 1.642 hotel yang tutup di 31 provinsi di Indonesia. Dari situ, jumlah hotel yang ditutup di Provinsi Jawa Barat mencapai 501 hotel. Kemudian disusul oleh Bali sebanyak 281 hotel dan DKI Jakarta sebanyak 100 hotel.
Meski mengalami penutupan, pihak perusahaan hotel pada dasarnya tetap harus mengeluarkan biaya rutin. Misalnya, biaya tagihan listrik, biaya tagihan air, biaya perawatan fasilitas, termasuk pembayaran gaji para karyawan. Perusahaan hotel juga tidak bisa serta merta melakukan PHK kepada karyawan meski beberapa jaringan hotel harus ditutup sementara selama wabah Corona.
Baca Juga: Turis asing jaga jarak, sektor pariwisata Indonesia kehilangan Rp 60 triliun
Maka dari itu, Maulana bilang, PHRI telah menyampaikan sejumlah rekomendasi insentif kepada pemerintah untuk menyelamatkan bisnis hotel dan juga restoran dari dampak Corona.
Ambil contoh, pembebasan pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, dan pajak air tanah selama 12 bulan atau hingga kondisi usaha kembali pulih. Rekomendasi PHRI lainnya adalah pembebasan iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan hingga akhir tahun nanti namun tanpa menghilangkan manfaat bagi pekerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News