kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.093.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.433   26,00   0,16%
  • IDX 7.910   55,58   0,71%
  • KOMPAS100 1.109   7,83   0,71%
  • LQ45 808   3,49   0,43%
  • ISSI 270   2,36   0,88%
  • IDX30 420   2,16   0,52%
  • IDXHIDIV20 487   2,40   0,50%
  • IDX80 122   0,70   0,57%
  • IDXV30 133   0,39   0,29%
  • IDXQ30 136   0,97   0,72%

Teknologi Makin Canggih, Konsumen Inginkan Chatbot yang Mirip Manusia


Senin, 15 September 2025 / 11:39 WIB
Teknologi Makin Canggih, Konsumen Inginkan Chatbot yang Mirip Manusia
ILUSTRASI. A man walks at the 2025 Mobile World Congress (MWC) in Barcelona, Spain, March 4, 2025. REUTERS/Albert Gea


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa tahun terakhir, penggunaan chatbot untuk bisnis di Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan. Berdasarkan laporan DailySocial dan IDC Indonesia, lebih dari 60% perusahaan di Indonesia  mengadopsi chatbot sebagai bagian dari strategi layanan pelanggan mereka, terutama di sektor e-commerce, perbankan, dan telekomunikasi.

WhatsApp menjadi kanal utama integrasi chatbot, mengingat penetrasi aplikasinya yang tinggi di Indonesia. Angka tersebut menunjukkan, selain tren, chatbot telah menjadi alat penting dalam mendukung efisiensi dan skala layanan pelanggan di berbagai lini industri di Indonesia.

Namun kenyataannya, tak sedikit pelanggan yang justru frustrasi karena jawaban robot terasa kaku, tidak nyambung, dan tak menyelesaikan masalah.

Dalam lanskap digital saat ini, kecepatan dan keakuratan layanan adalah hal mutlak. Sayang, sebagian besar chatbot  hanya mengandalkan alur pilihan (decision tree) dan kata kunci statis.

Akibatnya, pertanyaan dasar seputar jam operasional, pengiriman, atau kebijakan pengembalian justru dijawab dengan informasi yang tidak relevan. Situasi ini berisiko merusak kepercayaan pelanggan dan menghambat pertumbuhan bisnis, khususnya di sektor yang padat interaksi seperti e-commerce, perbankan, dan layanan publik.

Baca Juga: Mengintip Inovasi Penyedia Chatbot Lokal

Tantangan utama implementasi chatbot bukan terletak pada teknis, tetapi pada pendekatan dalam membangun. Banyak bisnis tergiur oleh efisiensi yang dijanjikan chatbot, tapi lupa, inti komunikasi tetaplah pengalaman manusia yang terasa alami.

"Chatbot yang tidak dilengkapi pemahaman konteks, kemampuan natural language processing (NLP) yang matang, serta tidak disesuaikan  karakteristik bahasa dan kebiasaan pengguna lokal, bisa menjadi penghambat. Pelanggan frustrasi ketika pertanyaan sederhana dijawab respons generik atau berputar-putar tanpa solusi." papar Rizka Tunnisa, Chief Business Officer Sprint Asia Technology, perusahaan penyedia layanan infrastruktur digital, dalam rilis ke Kontan.co.id, akhir pekan lalu. 

Teknologi NLP merevolusi cara chatbot menangani pertanyaan pelanggan, khususnya konteks FAQ. Berbeda dengan pendekatan lama yang berbasis skrip kaku, NLP memungkinkan chatbot memahami maksud pengguna dari berbagai variasi kalimat, termasuk bahasa informal dan ejaan yang tidak baku. 

"Konsumen ingin dilayani lewat percakapan alami, bukan seperti mengisi formulir otomatis. NLP membuat chatbot bisa ‘menangkap’ maksud orang  Bagi bisnis, kemampuan ini krusial, karena pengalaman pelanggan yang baik selalu dimulai dari komunikasi yang nyambung," lanjut Rizka.
 

Selanjutnya: Video Prabowo Muncul di Bioskop, Kemenkomdigi Singgung Keseimbangan Informasi

Menarik Dibaca: Promo Emado's Tanggal Tua 15-21 September, 1 Porsi Ayam Nasi Mandhi Cuma Rp 19.000

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×