kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tensai Punya 5.000 Alumni, Ini Kisah Deti Deviani Bangun UMKM Kursus Bahasa Jepang


Minggu, 06 Februari 2022 / 10:31 WIB
Tensai Punya 5.000 Alumni, Ini Kisah Deti Deviani Bangun UMKM Kursus Bahasa Jepang
ILUSTRASI. TENSAI


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kegiatan belajar-mengajar atau sektor pendidikan paling terkena dampak pandemi Covid-19. Tidak terkecuali Pengelola Kursus dan Pelatihan (PLKP) yang merupakan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang kini banyak berguguran.

Data dari Forum Pengelola Kursus dan Pelatihan (PLKP) menyebutkan bahwa ada 85% dari sekitar 19.000 LKP mengalami kesulitan keuangan akibat berhentinya operasional LKP karena penyebaran Covid-19.

Ini pula yang sempat dirasakan TENSAI, PLKP bahasa Jepang di Karawang, Jawa Barat yang dibangun Deti Deviani sejak tahun 2009. Saat Covid-19 sedang tinggi tahun lalu, banyak korporasi ataupun siswa perorangan menghentikan kegiatan kursus.  

Berawal dari perjalanannya ke Jepang tahun 1999 mengikuti karir suami yang bekerja di Yamaha Motor Jepang, Deti mulai berkenalan dengan Jepang. Mulai dari budaya, bahasa, dan kuliner Jepang.

Tak hanya ingin berdiam diri di rumah menunggu suami pulang kerja, Deti sembari melanjutkan kuliah dan mencari pekerjaan.

"Saya lihat ada kursus bahasa Inggris dan Mandarin, kenapa tidak ada kursus bahasa Indonesia di Jepang. Dari sana saya semangat menawarkan kursus bahasa Indonesia," ungkap lulusan Unpad itu kepada Kontan.co.id, Minggu (6/2).

Agar bisa masuk ke lingkungan masyarakat Jepang, Deti juga belajar bahasa Jepang di setiap pertemuan internasional yang bertempat di Balaikota. Di sana biasanya ada pembelajaran bahasa dan budaya Jepang.

Sembari belajar bahasa Jepang, Deti pun mulai mengenalkan bahasa Indonesia, masakan Indonesia, dan budaya Indonesia ke masyarakat Jepang.

"Saya juga ikut organisasi di Osaka. Saya mendapat murid juga dari pertemuan internasional di Balaikota itu, saya ajarkan masakan Indonesia, bahasa Indonesia, sampai budaya Indonesia," ujar Deti.

Dari Balaikota itulah kemudian banyak guru di sebuah sekolah memanggil Deti untuk mengajar bahasa Indonesia.

Tak hanya ke sekolah, kemudian Deti menawarkan pengajaran bahasa Indonesia ke korporasi di sana. Perusahaan pertama yang tertarik dengan penawarannya adalah sebuah media di Kota Hamamatsu.

"Foto saya dipasang waktu itu sebagai pengajar bahasa Indonesia. Lalu banyak yang tahu, lambat laun makin banyak yang berminat untuk belajar bahasa Indonesia," terang dia.

Dia mengatakan, Kota Hamamatsu tidak asing lagi dengan budaya Indonesia. Sebab, kota ini adalah pusat dari Yamaha. Seperti diketahui, pabrik Yamaha berdiri di Indonesia sudah sejak tahun 1974.

Alhasil, banyak orang Jepang yang dari generasi ke generasi tahu akan Indonesia karena ada keluarganya yang bekerja di Indonesia.  "Di sini banyak orang Indonesia, banyak yang suka Indonesia. Ada keluarganya yang orang Indonesia. Jadi Hamamatsu itu pusatnya Yamaha," ungkap dia.

Tak hanya media, Deti juga mendapat tawaran dari sekolah bergengsi di Hamamatsu bernama Berlitz yang jaringan sekolahnya ada di berbagai negara termasuk di Jakarta.

"Saya termasuk salah satu pengajar yang mengajarkan korporasi bernama Kawai Music. Ada salah satu engineers yang mau ke Indonesia, kemudian ditugaskan menjadi pengajar di sana," tuturnya.

Tetapi, rupanya pada tahun 2008, Suami Deti ditugaskan kembali ke Yamaha Indonesia. Padahal, kata Deti saat itu karirnya dalam mengajar sedang bagus karena banyak yang memintanya mengajar.

Akhirnya Deti mengalah dan keluarga pun kembali ke Indonesia pada Agustus 2008. Meski saat itu sudah memiliki segudang pengalaman di Jepang, Deti tak terpikirkan untuk membuka PLKP bahasa Jepang, Deti malah membuka ruko untuk berbisnis bordir saat itu.

Maklum, keluarganya yang merupakan asal Tasik memang berbisnis bordiran."Saya beli mesin waktu itu. sudah punya dua pegawai, saya bikin bordir khas Karawang," terang dia.

Saat berbisnis tersebut, usahanya mulai berkembang. Kemudian Deti terpilih sebagai pelaku usaha UMKM bordir di Kadin Jawa Barat tahun 2011.

Saat itu mendapat pelatihan dari Bandung. Namun, bisnis bordir tak berlangsung lama karena Deti mulai menyadari passion-nya tidak di bisnis bordir melainkan pengajaran bahasa.

Setelah berdiskusi dengan berbagai mentor di Kadin, maka terbitlah ide untuk membangun PLKP di Karawang pada akhir 2011.

Saat itu Deti menyewa Ruko di Kawasan Industri Galuh Mas yang merupakan banyak berdiri pabrik-pabrik perusahaan Jepang, waktu itu awalnya memang tak mudah membangun bisnis PLKP karena orang belum kenal TENSAI, nama usaha Deti yang artinya Jenius.

Untuk memperkenalkan TENSAI, Deti mulai menyebarkan brosur ke beberapa kantor bank dan acara-acara Kadin untuk mendapatkan murid pertama."Ada ATM saya taruh brosur, besoknya hilang, saya taruh lagi," imbuh dia.

Kata Deti, perjuangannya menaruh brosur berbuah hasil. Mulai ada yang tahu dan menghubunginya untuk belajar bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia.

"Saya juga kemudian membuat festival  budaya Jepang dengan mengusung Karawang Japan Matsuri. Dengan festival itu, saya akhirnya tahu kebutuhan akan bahasa ternyata tinggi," ungkap Deti.

Dengan adanya Karawang Japan Matsuri ada pusat perbelanjaan yang meminta Deti meneruskan festival tersebut karena membuat pengunjung berdatangan. Dari sana pula Deti mengenalkan TENSAI yang merupakan PLKP yang mengajarkan bahasa Jepang dan Indonesia.

"Sebelum Covid-19, saya membuka kelas offline. Saya buka dua ruko di Karawang karena banyak peminat," terangnya.

Ia mengatakan bukan saja Karawang yang memintanya membuka cabang, daerah lain pun mulai meminta agar TENSAI membuka cabang di Tasik, Kalimantan, dan daerahnya. Tetapi Deti memutuskan untuk fokus dulu di Karawang.

Seiring semakin TENSAI berkembang, Deti kemudian mengambil program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BRI untuk membesarkan bisnis jasanya itu. "Saya meminjam Rp 20 juta waktu itu ke BRI, sekitar tahun 2015," kata Deti.

Maklum pada saat itu Deti sudah mendapat order untuk memberikan kursus bahasa kepada lebih dari 90 perusahaan di Kawasan Karawang, Jawa Barat dengan biaya operasional yang juga tinggi. Sementara biasanya pembayaran dari pihak korporasi membutuhkan waktu.

Tak cukup hanya itu, Deti pun juga pernah meminjam uang untuk membeli ruko dan bank BUMN lainnya. Deti bercerita bahwa siswa yang diajarkannya berada pada level karyawan sampai dengan Direksi perusahaan Jepang.

"Saya mengajarkan Presiden Direktur perusahaan Jepang untuk bisa berbahasa Indonesia, kalau level manajemennya saya ajarkan bahasa Jepang," imbuh dia.

Beberapa korporasi yang mendapat pengajaran kursus bahasa Jepang dan bahasa Indonesia dari TENSAI diantaranya Daihatsu, GS Battery, PT LNX, PT Yamaha Part Motor Manufacturing Indonesia, PT AWI, PT Fine Sinter Indonesia, PT Aisin Indonesia Automotive, PT Advics Mfg Indonesia, PT Hino Motors, PT Kyoraku Kanto Mold Indonesia.

PT Fuji Seat Indonesia, PT Ajinomoto Bakery Indonesia, PT Ogawa Indonesia, Mercure Indonesia, Resinda Hotel Karawang, dan banyak lagi. Dari mengajarkan perusahaan Jepang, Deti menjalin kerjasama dengan perusahaan Jepang tersebut.

"Kami meminta para ekspatriat-nya termasuk Presiden Direktur dan Wakil Presiden Direktur untuk mengajar juga di TENSAI, mereka antusias dan bersedia,. Sebagai gantinya saya ajarkan bahasa Indonesia," urainya.

Kata Deti, dirinya dan staf pengajar hanya membutuhkan waktu tiga bulan untuk mengajarkan para top level managemen perusahaan Jepang untuk fasih berbahasa Indonesia, demikian pula karyawan perusahaan Jepang bisa berbahasa Jepang dalam waktu tiga bulan.

"Banyak alumni Tensai yang karirnya meningkat karena belajar bahasa Jepang, misalnya alumni TENSAI ada Direktur Yamaha, asli orang Indonesia," kata dia.

Dengan bisa berbahasa Jepang, pekerja asal Indonesia berkesempatan meningkatkan karir. Sebab, jajaran top level managemen diisi oleh orang Jepang yang setiap hari berbahasa Jepang. Ini pula yang membuat TENSAI terkenal di kalangan industri di Karawang khususnya perusahaan Jepang.

Mereka acap kali mengajarkan karyawan hingga ratusan setiap kali sesi pengajaran. "Kebutuhan bahasa Jepang tinggi di karyawan," urai dia.

Tak terkecuali kebutuhan bahasa Indonesia bagi para direksi perusahaan Jepang, menurut Deti, alasan orang Jepang dengan level jabatan Presiden Direktur belajar bahasa Indonesia adalah untuk bisa berkomunikasi dengan para pekerja yang tak bisa berbahasa Jepang. Selain itu juga stakeholder dari kalangan pemerintahan serta rekan bisnis.

"Dulu memang ada aturan para ekspatriat harus belajar bahasa Indonesia, tapi saya dengar aturan sudah lebih dilonggarkan. Hanya saja memang pada dasarnya, orang-orang Jepang beranggapan bahwa komunikasi adalah salah satu hal yang paling penting," kata Deti.

Deti mengatakan, bisnis TENSAI sebelum covid-19 berkembang sangat cepat, namun saat Covid merebak tahun 2020-2021, TENSAI kehilangan banyak siswa. Untuk orang jepang asli banyak yang dipulangkan karena takut dengan penyebaran Covid di Indonesia.

Demikian pula karyawan yang mengurangi aktivitas offline. "Korporasi juga mengurangi aktivitas belajar bahasa. Memang waktu itu berat sekali sampai kami harus mengurangi jam operasional," kisah Deti saat itu.

Ia mengatakan, dirinya sampai menjual beberapa aset tanah yang menjadi tabungannya, tak hanya itu emas batangan yang dikumpulkannya juga digadaikan ke Pegadaian untuk menutup operasional termasuk membayar gaji karyawan yang berjumlah pengajar 9 dan admin 8 orang. "Saya juga jual mobil, untuk tetap bertahan," ujar dia.

Deti menjelaskan, untuk bisa bertahan dirinya membuat pengajaran jarak jauh atau e-learning. Dengan e-learning dan beberapa video percakapan menjadi solusi bangkit kembali bisnis Tensai. Saat ini staf pengajar berkurang menjadi 6 orang dan admin 5 orang.

"Memang waktu itu langsung switch ke online, kami juga langsung buat paket paket e-learning ke orang Jepang maupun orang Indonesia yang ingin berbahasa Jepang," terang dia.

Tak ayal keberhasilannya bertahan di era pandemi Covid ini membuat TENSAI terpilih untuk mendapat bimbingan dari Coach Armala Founder Human Plus Institute. Ini adalah program pendampingan gratis untuk 100 UMKM Se Indonesia.

"Untuk tahun ini target omzet sebulan sudah terlampaui, saya berharap bisa mendapat omzet Rp 1 miliar per bulan," kata Deti. Sayang Deti tak mau membeberkan omzetnya tahun 2021 lalu. Adapun paket yang ditawarkan TENSAI sekitar Rp 650.000 untuk Regular A, Regular B Rp 700.000, Regular C Rp 750.000 dan Regular D sebesar Rp 800.000

Saat ini alumni TENSAI sudah mencapai 5.000 pekerja. Ia berharap pekerja-pekerja Indonesia bisa menguasai bahasa Jepang agar karirnya di perusahaan Jepang bisa semakin meningkat.

"Kalau untuk orang Indonesia yang belajar bahasa Jepang adalah agar karir bisa meningkat. Tapi kalau orang Jepang yang belajar bahasa Indonesia agar bisa berkomunikasi dengan baik, memahami dua budaya dua negara, sehingga dapat mendukung upaya pencapaian target perusahaan," ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×