kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tiga Perusahaan Tekstil Akan Investasi Tahun Ini


Rabu, 01 April 2009 / 08:56 WIB
Tiga Perusahaan Tekstil Akan Investasi Tahun Ini


Reporter: Nurmayanti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kondisi krisis global tak menyurutkan niat produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional memperluas usaha. Mereka berpikir, perlu persiapan memenuhi permintaan pasar saat ekonomi global pulih kembali.

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendata, ada tiga perusahaan TPT besar yang akan merealisasikan investasi tahun ini. Mereka adalah PT South Pacific Viscose yang berinvestasi (US$ 100 juta),

PT Sritex (US$ 40 juta), dan PT Apac Inti Corpora, yang masih belum jelas nilai investasinya. “Mereka akan merealisasikan investasi tahun ini, beroperasi tahun depan,” kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Soetrisno, Selasa (31/3).

Secara keseluruhan, krisis global memukul industri TPT. Departemen Perindustrian mencatat, nilai ekspor TPT kuartal pertama 2009 anjlok hingga 20% dari periode yang sama tahun lalu atau hanya

US$ 2,2 miliar. Lantaran itu API juga pesimistis bisa memenuhi target ekspor TPT tahun ini yang ditetapkan US$ 11,2 miliar.

API memperkirakan perolehan ekspor tahun ini hanya sekitar US$ 10 miliar, alias stagnan seperti tahun lalu. Mungkin nilai ekspor TPT mungkin baru akan naik pada kuartal III dan IV 2009.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka Departemen Perindustrian Ansari Bukhari menilai, TPT merupakan industri strategis karena salah satu penyumbang devisa ekspor nonmigas yang signifikan.

Ini terlihat dari surplus neraca perdagangan dalam 10 tahun terakhir yang mencapai sekitar US$ 5 miliar per tahun. Selain itu, industri ini juga menyerap tenaga kerja langsung dan tak langsung sekitar tiga juta orang. “Meski begitu, industri TPT masih memiliki permasalahan yang perlu solusi secepat,” ujar Ansari.

Permasalahan itu, misalnya, menyangkut umur mesin yang sudah tua sehingga tingkat konsumsi energi tinggi serta kecepatan mesin dan kualitas produk rendah. Makin sulitnya produk TPT memasuki pasar dunia karena daya saing menurun. Belakangan munculnya negara-negara pesaing baru yang sudah mengadopsi teknologi mesin terbaru.

Kecenderungan itu tampak dari nilai ekspor TPT yang cenderung stagnan, berkisar US$ 7 miliar hingga US$ 10 miliar per tahun. Padahal, pangsa pasar TPT Indonesia baru 2% dari pasar TPT dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×