Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2020 tampaknya masih sepi dengan agenda akuisisi tambang batubara. Sejumlah emiten masih menahan rencana aksi korporasi, baik berupa akuisisi maupun divestasi aset tambang.
PT Toba Bara Sejahtera Tbk (TOBA), misalnya, memilih untuk fokus pada rencana ekspansi ke sektor bisnis non-batubara, yakni ke sektor Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Corporate Secretary TOBA Pingkan Ratna Melati mengatakan, pada tahun ini TOBA juga akan fokus untuk melanjutkan agenda di proyek kelistrikan.
Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) fokus selesaikan proyek PLTU di tahun ini
"Fokus TOBA ke depan tidak hanya energi terkait batubara. Strategi ekspansi bisnis TOBA ke depan adalah ke arah hilirisasi dan pengembangan power project, termasuk renewable energy atau sumber energi non-coal," kata Pingkan saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (4/2).
Pingkan menyebut, kondisi pasar batubara saat ini memang cukup menantang. Kendati begitu, pengembangan ke sektor pembangkit listrik masih prospektif. Sebabnya, batubara masih menjadi sumber energi utama yang digunakan oleh sebagian besar pembangkit di kawasan Asia Tenggara.
Saat ini, lanjut Pingkan, TOBA juga sudah mulai pengembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sulbagut-1 di Provinsi Gorontalo serta proyek PLTU Sulut-3 di Provinsi Sulawesi Utara, yang masing-masing berkapasitas 2 x 50 Megawatt (MW). "Selain itu TOBA juga melakukan akuisisi 5% saham Paiton Energy di akhir tahun 2018," ungkap Pingkan.
Dalam catatan Kontan.co.id, untuk menyelesaikan proyek PLTU itu, TOBA mengerek belanja modal atau capital expenditure (capex) dari US$ 120 juta di 2019, menjadi US$ 160 juta di tahun ini.
Baca Juga: Virus corona ikut kerek Harga Batubara Acuan di Februari 2020 jadi US$ 66,89 per ton
Sementara dari sisi kinerja operasional, target produksi batubara TOBA masih dipatok stabil, yakni sekitar 4 juta - 5 juta ton di tahun ini.
Senada, PT Indika Energy Tbk (INDY) pun masih menahan agenda ekspansi tambang baru. Head of Corporate Communications INDY Leonardus Herwindo mengungkapkan, pihaknya lebih memilih untuk fokus mengembangkan investasi di aset existing, yakni lahan tambang di Paser, Kalimantan Timur dan Barito, Kalimantan Tengah.
"Untuk bisnis batubara, kami tidak berencana mengakuisisi lahan tambang baru," ungkapnya.
Tahun ini, kata Leonardus, INDY juga akan melanjutkan upaya diversifikasi ke sektor non-batubara. Antara lain di bisnis emas serta penyelesaian fuel storage di Kariangau, Kalimantan Timur, yang ditargetkan dapat beroperasi pada semester II tahun ini.
"Target kami melanjutkan diversifikasi usaha dan melihat peluang pertumbuhan dan kesempatan usaha baik secara organik maupun non-organik, terutama di sektor non-batubara," jelasnya.
Leonardus pun menyatakan bahwa pihaknya belum berencana untuk melakukan aksi korporasi lain berupa divestasi aset.
Baca Juga: Berniat akuisisi, ABM Investama kaji tambang batubara potensial di seluruh Indonesia
Terkait pengembangan aset eksisting, Leonardus menyebut, INDY juga akan menjaga stabilitas keuangan dan meningkatkan optimalisasi kinerja, termasuk memenuhi target produksi batubara. "Kami juga fokus mengelola operasi usaha melalui pengendalian biaya dan peningkatan produktivitas," sebut Leonardus.
Dalam catatan Kontan.co.id, INDY menargetkan produksi batubara sebesar 30,95 juta ton pada tahun ini.
Sepi Akuisisi
Adapun, terkait agenda aksi korporasi berupa akuisisi tambang, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia sebelumnya mengatakan, tren pasar dan pergerakan harga saat ini membuat perusahaan batubara akan lebih berhati-hati untuk menanamkan investasi.
Hendra bilang, perusahaan akan lebih berusaha melakukan efisiensi dengan menekan biaya produksi. "Pasar dan harga tidak menentu. Jadi kalau untuk akuisisi lahan dan pembelian alat berat, harus disesuaikan dengan rencana tambang yang merujuk pada kondisi dan outlook pasar. Jadi bisa dikatakan akan mengerem," kata Hendra ke Kontan.co.id, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Harga batubara masih lemah, Bukit Asam (PTBA) lakukan diversifikasi bisnis
Meski begitu, Hendra menilai, jika perusahaan melihat outlook bisnis batubara masih belum bisa membara dalam beberapa waktu ke depan, maka kondisi saat ini bisa menjadi momentum untuk melakukan ekspansi dalam investasi di bisnis non-batubara.
Namun, kata Hendra, ekspansi dalam rangka diversifikasi bisnis ini bukanlah hal yang mudah. Selain nilai investasi yang tinggi, diversifikasi bisnis ini pun bersifat jangka panjang.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo. Menurutnya, perusahaan akan mengerem ekspansi, terutama dari sisi akuisisi lahan tambang, juga terpengaruh oleh langkah pemerintah yang akan memperketat pengawasan dan pengendalian produksi.
Baca Juga: Ini penyebab Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Januari diprediksi susut
"Jadi bagaimana mau akuisisi kalau di saat yang bersamaan pemerintah juga memperketat pengendalian (produksi). Dari sisi harga pun sulit rebound (meningkat) dan juga cenderung flat," ungkap Singgih.
Sekali pun ada ekspansi atau akuisisi, Singgih memprediksi hal itu tidak akan terjadi di awal tahun. Sebab, perusahaan akan terlebih dulu melihat hasil evaluasi pemerintah dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang dilakukan di tengah tahun.
"Tidak mungkin melangkah (ekspansi) di kuartal I, melihat evaluasi pemerintah dulu," sebutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News