kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Transparansi bisnis Kalbe agar jadi lebih sehat


Selasa, 27 September 2016 / 15:00 WIB
Transparansi bisnis Kalbe agar jadi lebih sehat


Reporter: Dina Farisah | Editor: Rizki Caturini

Eksistensi PT Kalbe Farma Tbk hingga usia 50 tahun tak mudah. Perusahaan yang didirikan Dr Boenjamin Setiawan dan lima rekannya sejak 1966 ini melewati banyak kisah, termasuk krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997/1998 dan tahun 2008.   

Kalbe bahkan menjadi salah satu  saksi mata atas resesi yang menghantam industri farmasi. Tapi, sejarah juga menorehkan catatan, Kalbe mampu bertahan, melewati, bahkan bisa mengembangkan sayap hingga saat ini.

Resesi ekonomi di 1998 membuat nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar Amerika Serikat. Rupiah yang kala itu di Rp 3.000 per dollar AS terbang hingga Rp 15.000. Sebagai produsen obat, Kalbe menghadapi tantangan berat lantaran bahan baku obat harus impor.  Biaya impor naik berlipat-lipat. 

Masalahnya, saat yang sama, menaikkan harga obat jelas tak mungkin. Resesi membuat daya beli masyarakat melemah.   "Tak ada pilihan, kami harus bertahan agar hidup," ujar  Vidjongtius. Serangkaian strategi dibuat. Utamanya adalah penghematan internal perusahaan. Antara lain: penggunaan AC, air, bahkan kertas diatur perusahaan. 

Pendingin ruangan hanya boleh menyala dua jam saat hari kerja agar beban perusahaan berkurang. "Langkah ini kami lakukan agar tak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan yang saat itu jumlahnya di atas 1.000 orang," ujarnya. 

Selain berhemat, Kalbe juga memilih untuk transparan ke  karyawan. Utamanya soal kondisi perusahaan agar mereka paham apa yang dihadapi perusahaan. Mereka sepakat untuk menanggung resesi bersama, termasuk tak ada kenaikan gaji.   

Perpanjangan utang

Apalagi, pada saat sama,  perusahaan ini juga harus menghadapi masalah yakni tagihan utang yang naik berlipat-lipat lantaran kenaikan dollar AS. Kreditur minta utang dibayar.  

Restrukturisasi utang jadi pilihan. Vidjongtius yang  kala itu ikut serta dalam proses restrukturisasi utang menjelaskan,  Kalbe mengundang 35 bank untuk memaparkan kondisi keuangan perusahaan ini. "Kalbe bukan tak punya uang. Tapi bila semua untuk membayar utang jatuh tempo, kami  tak punya uang untuk membeli bahan baku," jelas dia. 

Negosiasi berbuah manis. Bank setuju perpanjangan waktu utang jatuh tempo. Bahkan, perbankan menyetujui ekspansi bisnis investasi pabrik susu Kalbe Morinaga Indonesia. Padahal aksi itu membutuhkan dana US$ 40 juta-US$ 45 juta. 

Sebagai salah satu saksi mata, Kalbe termasuk perusahaan yang berhasil melewati masa krisis 1998 cukup cepat. Kala itu, laba bersih dan harga saham Kalbe melemah. Bahkan, harga saham Kalbe anjlok 50%. Namun, awal tahun 2000, Kalbe sudah membukukan pertumbuhan kinerja. Ini lantaran perusahaan ini memilih konsolidasi bisnis. 

Kalbe rela menjual anak usaha yang tak produktif  seperti perusahaan packaging, permen, dan biskuit Good Time. Selain divestasi, Kalbe memperkuat bisnis inti, dengan akuisisi obat batuk sirup Woods.

Delapan tahun bebas dari krisis, Kalbe kembali digoyang di 2008. Tapi, krisis kali ini tak sepelik 1998. Lagi, Kalbe mampu menghadapinya. Bahkan, perusahaan ini bisa berinvestasi dengan membangun pabrik yang memproduksi obat kanker di Cikarang. Pabrik ini bahkan sudah menghasilkan di 2012. 

Produksi obat generik ini merupakan persiapan sebelum implementasi BPJS Kesehatan pada 2014. Saat ini, kapasitas produksi obat generik Kalbe mencapai 70%. Kalbe kini tak hanya menjadi produsen obat, tapi  melebarkan sayap ke bisnis makanan dan produk kesehatan. Perusahaan ini juga sukses menjual produk hingga Afrika.                    

Regenerasi dengan persiapan matang

Meski berawal dari bisnis keluarga, kesuksesan PT Kalbe Farma Tbk tak lepas dari tangan para profesional di dalamnya. Kalbe yang berdiri pada 1966 dijalankan oleh sang pendiri, dokter Boenjamin Setiawan. Pria yang kerap dipanggil dr Boen ini memiliki latar belakang bidang farmakologi dan farmakinetik. 

Dr Boen meraih gelar dokter di Universitas Indonesia dan PhD dari University of California Amerika Serikat. Pada saat berusia 23 tahun, ia mencoba peruntungan dengan menggeluti bisnis farmasi dan mendirikan Kalbe.  

Pria yang memiliki nama China Khouw Liep Boen ini telah memimpin Kalbe dari sejak berdiri pada 1966 hingga 2008. Sejak saat itu, jabatan presiden direktur diserahkan kepada keponakannya, Bernadette Ruth Irawati Setiady. 

Meski memiliki hubungan kerabat, karier dan pendidikan Irawati cukup mumpuni menjalankan bisnis farmasi. Wanita ini memulai karier di Bukit Manikam Sakti Ltd dan Sanghiang Perkasa Ltd, yang merupakan anak usaha Kalbe di bidang produk makanan kesehatan. Sebelumnya, Irawati juga bekerja di PT Enseval Putra Megatrading. 

Vidjongtius, Direktur PT Kalbe Farma Tbk mengungkapkan, pergantian pemain dalam menjalankan operasional bisnis di Kalbe sudah dipersiapkan secara matang. "SDM kami memiliki program pengembangan berlapis. Setiap posisi penting, ada calon pengganti. Misalnya saya. Sudah ada calon-calon pengganti saya. Karena kami tidak bisa menggaransi semua orang bekerja sampai pensiun," ujar Vidjongtius, yang telah bekerja di perusahaan ini selama 26 tahun.

Kini Kalbe memiliki 16.000 karyawan. Kalbe dikenal sebagai perusahaan memiliki keunggulan keahlian di bidang pemasaran, branding, distribusi, keuangan, serta riset dan pengembangan. Kalbe a juga merupakan perusahaan produk kesehatan publik terbesar di Asia Tenggara, dengan nilai kapitalisasi pasar Rp 52,1 triliun. Kalbe kini memiliki empat kelompok bisnis, yakni bisnis obat resep, produk kesehatan, nutrisi, dan distribusi serta logistik. 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×