Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
Dihubungi terpisah, Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan, pembangunan infrastruktur memang ditugaskan kepada Pertamina. Infrastruktur tersebut antara lain meliputi penyediaan kapal dan fasilitas pelabuhan, tempat penyimpanan (storage), hingga fasilitas regasifikasi.
Djoko bilang, investasi sekitar Rp 22 triliun itu merupakan capital expenditure (capex) yang diestimasikan oleh PLN dalam penyediaan infrastruktur tersebut. Djoko mengatakan, saat ini PLN dan Pertamina tengah menyusun pokok-pokok kerjasama alias head of agreement (HoA).
Menurut Djoko, HoA tersebut ditargetkan sudah bisa disepakati pada bulan ini. "HoA itu tentang kesepakatan para pihak untuk menyediakan infrastruktur, bulan ini juga harus selesai (HoA)," kata Djoko saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (6/2).
Baca Juga: Realisasi listrik 35.000 MW baru capai 19%, PLN sebut timeline proyek memakan waktu
Dari sisi PLN, konversi pembangkit BBM ke gas ini diestimasikan bisa menghemat biaya operasional perusahaan listrik BUMN ini sebesar Rp 4 triliun per tahun. Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, konsumsi BBM yang diserap PLN pada tahun 2019 sebesar 2,6 juta kiloliter (kl).
Berdasarkan identifikasi PLN, kata Zulkifli, pengubahan bahan bakar pembangkit menjadi gas bisa mengurangi konsumsi BBM sekitar 1,6 juta kl. "Yang bisa diubah ke gas berdasarkan identifikasi kami adalah 1,6 juta kl dengan estimasi pengurangan biaya operasi sebesar Rp 4 triliun," sebutnya.
Adapun, konversi pembangkit dari BBM ke gas ini diatur dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 13 K/13/MEM/2020 tentang penugasan pelaksanaan penyediaan pasokan dan pembangunan infrastruktur Liquefied Natural Gas (LNG) serta konversi penggunaan Bahan Bakar Minyak dengan LNG dalam penyediaan tenaga listrik.