kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.060.000   18.000   0,88%
  • USD/IDR 16.445   2,00   0,01%
  • IDX 7.867   -18,52   -0,23%
  • KOMPAS100 1.102   -2,88   -0,26%
  • LQ45 800   1,11   0,14%
  • ISSI 269   -0,86   -0,32%
  • IDX30 415   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 482   1,02   0,21%
  • IDX80 121   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 134   0,17   0,13%

UU Minerba berlaku, karyawan Freeport khawatir PHK


Sabtu, 21 Desember 2013 / 13:15 WIB
UU Minerba berlaku, karyawan Freeport khawatir PHK
ILUSTRASI. Wall Street rebound dengan tiga indeks utama ditutup menguat


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

TIMIKA. PT Freeport Indonesia pengelola tambang emas dan tembaga terbesar di dunia, kemungkinan bakal melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) masal, terkait implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batu bara (Minerba).

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Serikat Pekerja - Kimia Energi dan Pertambangan (SP-KEP) Kabupaten Mimika, Virgo Solossa mengatakan dalam undang-undang minerba tersebut mengharuskan 99 persen hasil tambang tembaga dan emas serta logam ikutan lainnya harus dimurnikan di dalam negeri.

Menurut Virgo, saat ini 30 hingga 40% konsentrat dari PT Freeport Indonesia sudah dikirim ke pabrik pemurnian (smelter) di Gresik, Jawa Timur. Sementara selebihnya menurut dia masih diekspor ke luar negeri karena kapasitas pabrik pemurnian di Gresik, maksimal menampung 40% kuota produksi dari Freeport.

“Itupun harus berbagi dengan Newmont, sehingga Freeport hanya mengirim 30% sementara 10% dipasok dari Newmont,” ungkap Virgo yang ditemui di Sekretariat DPC SPSI, Kamis (19/12) malam.

Virgo khawatir jika pemerintah pusat tidak memberi kelonggaran, Freeport akan menurunkan kuota produksi hingga tersisa 30 hingga 40% saja. Dengan konsekuensi seperti ini menurut dia, selaku pimpinan cabang SPSI yang membawahi puluhan serikat pekerja yang sebagian besar berada di wilayah kerja tambang Freeport, khawatir akan terjadinya pemutusan kerja massal.

“Dengan penurunan produksi sekitar 60 hingga 70%, areal pertambangan tidak akan membutuhkan orang banyak lagi. Maka sudah barang tentu sekitar 18 hingga 20 ribu pekerja yang akan di PHK dari total 31 ribu pekerja saat ini,” jelas Virgo. (Alfian Kartono/Kontributor Kompas TV)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×