Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rencana penerapan Undang-Undang (UU) No. 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri perjalanan religi. Pasalnya, beleid baru ini memungkinkan masyarakat untuk melaksanakan umrah secara mandiri, tanpa harus melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Ketua Harian Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umrah (SATHU) Artha Hanif menilai kebijakan ini masih menyimpan banyak ketidakjelasan, terutama terkait definisi dan mekanisme pelaksanaan umrah mandiri.
“Yang dimaksud dalam UU hanya umrah mandiri, tidak termasuk haji. Tapi dalam beleid baru ini, bagaimana umrah mandiri boleh dilaksanakan masih tidak jelas,” ujar Artha kepada KONTAN, Jumat (24/10/2025).
Baca Juga: Amphuri Nilai Umrah Mandiri Rentan Calo dan PPIU Ilegal
Ia menilai, secara praktis, umrah mandiri bisa menimbulkan persoalan di lapangan apabila jamaah menghadapi kendala seperti kehilangan paspor, sakit, atau meninggal dunia. Tanpa pendampingan biro resmi, penanganan kasus semacam itu akan sulit dilakukan.
Padahal, bila melalui PPIU, jelas siapa penanggung jawabnya. Karena itu, Artha bilang umrah mandiri baru bisa aman kalau tetap berangkat lewat PPIU
Artha memperkirakan, dengan adanya kebijakan ini, jumlah jamaah yang menggunakan biro resmi bisa turun signifikan.
"Perkiraan kami akan berkurang 30–40%,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan potensi munculnya penyelenggara tidak resmi atau calo, yang bisa memanfaatkan peluang dari regulasi baru tersebut. Pasalnya, umrah mandiri tanpa melalui PPIU akan bebas berkeliaran tanpa kontrol.
Baca Juga: Pengusaha Travel Haji & Umrah: Umrah Mandiri Hanya Rugikan Calon Jemaah
Di sisi lain, Artha mengakui bahwa kebijakan ini berpotensi menekan harga paket umrah, karena masyarakat bisa mengatur sendiri perjalanan dan akomodasinya. Namun, ia menegaskan bahwa aspek pelayanan dan perlindungan jamaah tak boleh diabaikan.
"Harga mungkin turun, tapi layanan dan keamanan jamaah jadi taruhan. Yang akan terus bertahan adalah PPIU yang konsisten memberikan bukti layanan prima dan berkualitas,” tuturnya.
Maka dari itu, Forum SATHU berharap pemerintah menyusun aturan turunan yang jelas dan rinci, agar pelaksanaan umrah mandiri tetap aman dan tidak menimbulkan kerugian bagi pelaku industri maupun jamaah.
Baca Juga: Batasan Kuota Haji Khusus 8% Dinilai Hambat Ekosistem Industri Haji Nasional
Menurutnya, umrah mandiri harus jelas dan detail diatur oleh pemerintah, tetapi jamaah tetap berangkat melalui PPIU.
Lagipula, Artha menilai UU No. 14/2025 diterbitkan terlalu tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan kelangsungan usaha biro perjalanan.
"UU ini terkesan diburu-buru terbit tanpa peduli kelangsungan usaha PPIU dan PIHK ke depan. Kalau tetap dipaksakan, dikhawatirkan eksistensi PPIU/PIHK semakin pudar,” katanya.
Artha mengingatkan agar Kementerian Agama tidak hanya berperan sebagai regulator, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem industri perjalanan religi.
"Kalau dibiarkan, Kementerian Haji dan Umrah bisa semakin eksis sebagai operator sekaligus regulator. Ini berpotensi menimbulkan ketimpangan,” tutupnya.
Baca Juga: 13 Asosiasi Penyelenggara Haji-Umrah Tolak Legalisasi Umrah Mandiri, Ini Alasannya
Selanjutnya: Kemenhut Pastikan Kayu Ekspor Indonesia Sudah Legal, Bebas Deforestasi
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (25/10), Provinsi Ini Berpotensi Hujan Sangat Lebat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













