Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi covid-19 menggerus volume pengangkutan dan niaga gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Di saat yang bersamaan, PGN pun mesti mengimplementasikan harga gas khusus untuk industri tertentu sebesar US$ 6 per mmbtu.
Direktur Utama PGN Suko Hartono menyampaikan, pihaknya membutuhkan dukungan dari stakeholder di tengah kondisi penurunan bisnis dan implementasi harga gas khusus. Salah satu yang diminta PGN adalah relaksasi kontrak take or pay dari produsen gas.
Baca Juga: Pertamina uji coba transaksi non-tunai di Surabaya sebagai protokol pencegahan corona
Dengan mekanisme take or pay, PGN harus membayar sesuai dengan kontrak pembelian gas. Di tengah kondisi saat ini, PGN meminta ada relaksasi take or pay agar bisa digeser ke tahun depan. Menurut Suko, permintaan itu juga sudah disampaikan kepada pemerintah.
"Jadi take or pay yang hari ini kemungkinan terkena kepada kami bisa carry over di tahun 2021 dimana saat itu kami berharap ekonomi sudah tumbuh kembali," ungkapnya saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Senin (6/7).
Dalam kesempatan tersebut, Suko memaparkan kinerja bisnis pengangkutan dan niaga dari sub holding gas berkode emiten PGAS di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini mengalami penurunan. Hal ini terjadi lantaran permintaan gas dari industri juga merosot.
Suko memang tidak membuka dengan detail data perbandingan maupun proyeksi sampai akhir tahun nanti. Dia hanya memberikan gambaran, hingga Mei 2020, volume pengangkutan maupun gas niaga turun dari periode yang sama tahun lalu serta di bawah target dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
Baca Juga: Kementerian ESDM berikan tanda keselamatan migas bagi KKKS dan badan usaha hilir
Suko bilang, penurunan volume pengangkutan tidak begitu signifikan, namun bisnis niaga gas sangat terpukul. Realisasi hingga Mei volume pengangkutan gas sebesar 1.987 mmscfd sedangkan volume niaga 822 bbtud.
"Volume pengangkutan bisnis kami turun kurang lebih 1,6%, memang masih belum terlalu berdampak. Tapi volume niaganya sangat terpukul, karena penjualan yang minus 17%. Industri-industri saat ini menurunkan pemakaiannya," jelas Suko.
Di saat yang bersamaan, sambungnya, PGN juga terus mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 89.K/2020 tentang harga gas khusus untuk tujuh sektor industri sebesar US$ 6 per mmbtu.
Saat ini PGN masih menyelesaikan perjanjian atau Letter of Agreement (LoA) di sisi hulu untuk bisa mendapatkan harga US$ 4 per mmbtu. Pararel dengan itu, kata Suko, PGN juga terus menyelesaikan penandatanganan side letter dengan konsumen agar bisa menikmati harga US$ 6 per mmbtu.
Baca Juga: Industri LNG terpuruk, SKK Migas: Butuh renegosiasi kontrak dan insentif
Suko menjelaskan, hingga sekarang PGN sudah merampungkan 9 LoA dari 17 pemasok gas bumi. Total volume yang sudah disepakati dalam LoA ialah sebesar 176 BBTUD dari total 379 BBTUD.
Sedangkan dari sisi hilir atau pelanggan, PGN telah menandatangani side letter dengan 183 dari 188 pelanggan gas bumi tertentu. Volume yang disepakati dalam side letter tersebut sebesar 345 BBTUD dari total 374 BBTUD.
Mulai Juni, sebut Suko, PGN telah melakukan pelaksanaan implementasi harga gas US$ 6 per mmbtu untuk sektor tertentu. Volume gas yang disalurkan ke industri sebesar 154 BBTUD, sedangkan gas yang didapat dari hulu sebesar 176 BBTUD.
"Kami melakukan LoA dengan hulu, dan side letter kepada pelanggan, kami lakukan secara pararel. Kami berkomitmen melaksanakan implementasi Kepmen ESDM No. 89.K/2020, menyediakan kebutuhan gas bumi untuk industri sektor tertentu dengan harga US$ 6," ungkap Suko.
Baca Juga: PGN terapkan harga gas US$ 6 per MMBTU secara proporsional di wilayah Sumatera
Dengan adanya harga gas yang lebih murah ini, Suko berharap akan ada optimalisasi alokasi dan pemakaian gas. Sehingga, gerak industri semakin melaju dan menopang ekonomi agar kembali bertumbuh. Ujungnya, bisa kembali meningkatkan bisnis atau permintaan gas PGN.
"Kami mengharapkan adanya Kepmen harga murah, industri akan berkembang memakai sebanyak-banyaknya sehingga ini bermanfaat. Karena situasi seperti saat ini, kita melakukan sharing risiko secara bersama-sama," sebutnya.
Lebih lanjut, Suko mengatakan bahwa PGN ingin bisa menjadi agregator gas bumi. Pasalnya, saat ini 80% volume gas PGN termasuk ke dalam penugasan yang harganya sudah ditentukan oleh pemerintah. Mulai dari harga penugasan jaringan gas rumah tangga, industri, maupun untuk sektor kelistrikan ke PT PLN (Persero).
Baca Juga: PGN pangkas biaya proyek pipa ke Blok Rokan sebesar Rp 2,1 triliun
Artinya, hanya sekitar 20% volume gas yang harganya tidak ditentukan. Dengan menjadi agregator gas nasional, PGN bisa mengelola portofolio berbagai pasokan gas yang dapat diintegrasikan dari hulu, ke infrastruktur, kemudian sampai ke hilir.
"Karena harga-harga di hilir sudah diatur pemerintah. Ruang gerak kami hanya 20%. Komposisinya adalah 80% dari sektor pelanggan yang kami layani, dan 20% di luar Kepmen (penugasan)," pungkas Suko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News