Sumber: Yahoo Finance,Bloomberg | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Marina Budiman, komisaris utama PT DCI Indonesia Tbk (DCII), mengalami lonjakan kekayaan luar biasa dalam waktu tiga minggu.
Saham perusahaan pusat data terbesar di Indonesia ini mengalami kenaikan signifikan, membuat Budiman menjadi wanita terkaya di Indonesia menurut Bloomberg Billionaires Index. Kekayaannya melonjak sekitar US$350 juta per hari, hingga mencapai US$7,5 miliar pada pertengahan Maret 2025.
Kenaikan saham DCI ini juga menguntungkan dua pemegang saham utama lainnya, yaitu Otto Toto Sugiri dan Han Arming Hanafia. Secara keseluruhan, kekayaan ketiga miliarder ini meningkat lebih dari US$17 miliar dalam waktu singkat sebelum akhirnya mengalami penurunan tajam.
Baca Juga: Pria Lumpuh Ini Jadi Manusia Pertama yang Ditanam Chip Neuralink Milik Elon Musk
Kejatuhan Drastis Saham DCI Indonesia
Namun, tren kenaikan ini tidak bertahan lama. Dalam waktu tiga hari, nilai saham DCI anjlok drastis, menyebabkan kekayaan Marina Budiman turun hingga setengahnya. Kejatuhan ini menambah daftar panjang volatilitas pasar modal Indonesia, yang telah mencatat banyak saham mengalami kenaikan dan penurunan ekstrem dalam beberapa tahun terakhir.
Pada penutupan perdagangan hari Selasa, saham DCI telah kehilangan lebih dari setengah nilai yang diperolehnya sejak pertengahan Februari. Saham perusahaan ini diperdagangkan pada 416 kali laba bersih, jauh lebih tinggi dibandingkan perusahaan sejenis yang dipantau oleh Bloomberg.
Faktor Penyebab Volatilitas Saham DCI
Fluktuasi harga saham DCI Indonesia dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk rendahnya likuiditas saham. Sebanyak 78% saham DCI dimiliki oleh Budiman, Sugiri, Hanafia, dan taipan Anthoni Salim, sehingga hanya sebagian kecil saham yang beredar di pasar.
Baca Juga: Viral Pengemudi Uber Pakai Tesla Dapat Rating Satu Bintang, Elon Musk: Ini Kejam!
Dari total 2,4 miliar saham yang beredar, hanya 80.400 saham yang diperdagangkan pada pertengahan sesi Rabu di Bursa Efek Indonesia. Sebagai perbandingan, perusahaan dengan kapitalisasi pasar serupa di Indonesia biasanya mencatat volume perdagangan jutaan saham per hari.
Menurut Mohit Mirpuri, manajer dana di SGMC Capital Pte, Singapura, volatilitas saham DCI terutama disebabkan oleh float yang sangat terbatas. "Spread bid-offer yang sempit membuat setiap posisi besar dapat menggerakkan harga saham secara signifikan," jelasnya.
Selain faktor internal, pelemahan indeks saham Indonesia secara keseluruhan juga berkontribusi pada kejatuhan DCI. Bursa Efek Indonesia bahkan sempat menghentikan perdagangan selama 30 menit pada Selasa akibat anjloknya indeks.
Para pelaku pasar menghubungkan koreksi ini dengan beberapa faktor, antara lain kekhawatiran terhadap kebijakan populis Presiden Prabowo Subianto, likuidasi paksa, serta ketidakpastian terkait kepemimpinan Kementerian Keuangan.
Baca Juga: Nilai Saham Anjlok US$800 Miliar, Elon Musk Didesak Mundur dari Tesla!
Optimisme Investor dan Prospek Industri Data Center
Sebelum kejatuhannya, saham DCI mendapat dorongan dari optimisme investor terkait pertumbuhan industri pusat data di Indonesia. Permintaan akan layanan cloud computing yang terus meningkat menarik minat investasi asing ke sektor ini.
Misalnya, Oracle Corp. dikabarkan tengah berdiskusi dengan pemerintah Indonesia untuk membangun pusat layanan cloud di dalam negeri.
Sebagai perusahaan yang didirikan lebih dari satu dekade lalu oleh Marina Budiman, Otto Toto Sugiri, dan Han Arming Hanafia, DCI Indonesia telah berkembang pesat menjadi pemimpin pasar pusat data di Indonesia. Namun, volatilitas sahamnya menunjukkan tantangan bagi investor yang mengandalkan fundamental perusahaan dalam mengambil keputusan investasi.
Selanjutnya: Mudik Aman dan Tenang! Simpan Nomor-Nomor Penting Ini, dari Polisi hingga Tim SAR
Menarik Dibaca: Poipoi Bisa Jadi Pilihan Camilan untuk Anak, Ini Kandungan dan Variannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News