kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

IUP dicabut, 20 perusahaan gugat pemerintah


Selasa, 03 Januari 2017 / 06:00 WIB
IUP dicabut, 20 perusahaan gugat pemerintah


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerima gugatan dari 20 perusahaan yang Izin Usaha Produksi (IUP)-nya dicabut akibat tidak memenuhi kriteria Clean and Clear.

Kepala Biro Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sujatmiko menyatakan, dari IUP yang telah dicabut, hanya beberapa saja yang menggugat.

"Sekitar 20 IUP. Selebihnya IUP yang bermasalah dicabut karena sebagian besar masa berlakunya habis dan tidak ada aktivitas eksplorasi, serta karena berada di dalam kawasan hutan lindung atau konservasi," terangnya kepada KONTAN, Senin (2/1).

Saat ini, Kementerian ESDM berkoordinasi dengan gubernur untuk menyiapkan langkah-langkah jika ada gugatan ke PTUN setempat dari IUP yang dicabut. Jika ada gugatan kepada gubernur yang mencabut IUP, maka Kementerian ESDM menyiapkan keterangan ahli untuk menjelaskan tugas dan fungsi gubernur sesuai Permen ESDM No. 43 Tahun 2015.

"Keterangan ahli tersebut untuk menjelaskan bahwa gubernur sudah benar dalam melaksanakan penataan IUP Non CnC sesuai ketentuan yang diatur dalam Permen ESDM No. 43 Tahun 2015," pungkasnya.

Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia berpendapat, gugatan terkait pencabutan IUP itu mungkin pemegang IUP yang bisa saja berdalih bahwa izin yang mereka dapatkan itu legal.

"Jadi mereka punya good faith karena tidak mengetahui jika izin yang diberikan itu tumpang tindih, jadi seharusnya tanggung jawab pemberi izin," tandasnya kepada KONTAN, Senin (2/1).

Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus), Budi Santoso mengatakan, pemerintah bisa mencabut IUP apabila pelaku tambang tidak memenuhi kewajiban serta wilayah tambang tumpang tindih. "Kalau mencabut IUP yang belum CnC bisa berpotensi digugat, karena CnC itu tidak ada dasar hukumnya," katanya kepada KONTAN, Senin (2/1).

Budi menuturkan banyak faktor yang membuat pelaku usaha belum mengantongi CnC. Dia bilang salah satu faktornya berasal dari birokrasi pemerintah. Lamanya proses rekonsialiasi data membuat proses CnC bisa melewati tenggat waktu 2 Januari ini. Oleh sebab itu dia menyebut penataan tambang jangan hanya berhenti pada hari ini. Selama kegiatan penambangan masih ada di bumi Indonesia maka penataan itu hendaknya terus dilakukan.

Pemerintah sebaiknya memilah dan memilih IUP mana yang sebaiknya dicabut. Pasalnya status CnC belum cukup menjamin pelaku tambang memenuhi kewajiban yang ada. "Kalau CnC diberikan tiga tahun lalu tidak menjamin mereka taat," tutur Budi.

Penataan pertambangan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait koordinasi dan supervisi sejak 2014 silam. Tercatat jumlah IUP yang ada saat ini mencapai 9.721 perusahaan. Dari jumlah IUP tersebut hanya sebanyak 6.335 IUP berstatus CnC. Sedangkan sekitar 3.286 IUP sisanya masih dalam tahap rekonsiliasi oleh Gubernur.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan status rekomendasi IUP ke pemerintah pusat berakhir tanggal 2 Januari 2017 ini. Saat ini total rekomedasi baru IUP untuk di CnCkan berjumlah 915. Tercatat dari Gubernur 427 IUP dan Kepala Dinas merekomendasikan 488 IUP.

Bambang bilang ada 45 IUP yang memenuhi persyartan dari Permen 43 Tahun 2015. Sedangkan ada 379 IUP yang belum atau tidak memenuhi syarat. Untuk yang belum memenuhi syarat bisa berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi agar bisa memenuhi kriteria dalam Permen 43/2015.

"Sementara untuk 488 IUP dari Kepala Dinas belum bisa dinyatakan CnC karena belum memenuhi syarat Permen 43/2015," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×