Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Aksi pemerintah China yang menerapkan kebijakan pengetatan moneter mulai berdampak terhadap penurunan harga beberapa komoditas. Maklum, pengetatan moneter menekan permintaan dari China, yang selama ini merupakan salah satu pasar terbesar komoditas di dunia.
Salah satu komoditas yang terkena dampak adalah kedelai. "Kedelai berada di bawah tekanan karena adanya spekulasi rencana kenaikan suku bunga di China," kata Toshimitsu Kawanabe, Analis Central Shoji Co di Tokyo seperti dikutip Bloomberg, Kamis (9/12).
Alhasil harganya mulai melandai. Di Bursa Komoditas Chicago, Kamis (9/12), harga kedelai untuk pengiriman Januari 2011 turun 0,5% menjadi US$ 12,8925 per bushel dari US$ 12,9125 per bushel (1 bushel = 27,2 kilogram).
Penurunan ini dipicu oleh laporan Oktober lalu, Biro Statistik China yang menyebutkan indeks harga konsumen Oktober 2010 naik 4,4% akibat naiknya harga makanan. Ini merupakan indeks tertinggi dalam dua tahun terakhir. Untuk meredam laju kenaikan harga pangan, akhir November, Pemerintah China mulai membatasi aksi spekulasi di pasar komoditas.
Kebijakan Pemerintah China tersebut membuat pedagang bimbang dalam memprediksi permintaan kedelai. Sebab, ada kekhawatiran, konsumsi kedelai akan turun akibat kebijakan tersebut.
Kekhawatiran mulai terbukti ketika importir kedelai China menunda kedatangan kedelai. Rencana awal, kedelai impor tiba di China Februari 2011, namun akhirnya ditunda menjadi April 2011.
Importir terpaksa membuat keputusan itu lantaran ada perlambatan penjualan kedelai di China. Sekadar informasi, November 2010 lalu, China hanya mengimpor 5 juta metrik ton (MT) kedelai, turun dibanding sebelumnya rata-rata 6 juta - 7 juta ton per bulan.
Kekhawatiran penurunan serapan di China terutama terjadi pada produk bungkil kedelai untuk pakan ternak. Analis memprediksi, konsumsi bungkil kedelai di China bakal turun lantaran pemerintah China menganjurkan peternak menjual ternak lebih awal. Padahal, produksi kedelai tidak banyak perubahan.
Survei Bloomberg menyebutkan, sampai September 2010, persediaan kedelai dunia mencapai 60,59 juta ton. Jumlah ini sedikit lebih rendah dibanding perkiraan sebelumnya, sebanyak 61,4 juta ton.
Berharap kembali turun
Penurunan harga kedelai ini justru ditunggu pelaku usaha di Indonesia, baik skala besar maupun kecil, yang menggunakan kedelai sebagai bahan baku. "Kedelai merupakan bahan utama tempe dan tahu. Jika harga kedelai mahal, harga tempe ikut naik," kata Sudirman, Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT).
Penurunan harga kedelai juga berpengaruh terhadap biaya makanan ternak secara langsung. Maklum, bahan baku utama pakan ternak adalah bungkil kedelai. Jika harga kedelai turun, tentu harga bungkil kedelai juga ikut turun.
Sudirman berharap, harga kedelai bisa kembali turun seperti tiga bulan sebelumnya. Beberapa bulan terakhir, harga bungkil kedelai sudah naik hingga US$ 100 per ton.
Jika harga tetap tinggi, maka industri pakan, menurut Sudirman, tidak memiliki banyak pilihan, kecuali ikut menaikkan harga pakan. Apalagi, harga bahan pakan lainnya seperti jagung juga ikut naik.
Dalam kondisi harga bahan baku pakan sekarang yang masih tinggi, lanjut Sudirman, industri pakan seharusnya menaikkan harga sekitar
Rp 500 per kg. Namun, lantaran ingin menjaga kekuatan bersaing dengan produsen lainnya, produsen pakan hanya menaikkan harga rata-rata Rp 300 per kg.
Sebab, jika kenaikan terlalu tinggi, imbuh Sudirman, kondisi itu akan menimbulkan efek domino dan akan berdampak pada kenaikan harga ternak. Itu artinya, tingkat inflasi bisa ikut terkerek. Walau harga naik, GPMT yakin tahun depan, industri pakan akan tumbuh minimal 6%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News