kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.090.000   -8.000   -0,38%
  • USD/IDR 16.630   72,00   0,43%
  • IDX 8.051   42,68   0,53%
  • KOMPAS100 1.123   6,98   0,62%
  • LQ45 810   0,68   0,08%
  • ISSI 279   2,38   0,86%
  • IDX30 423   1,81   0,43%
  • IDXHIDIV20 485   2,83   0,59%
  • IDX80 123   0,38   0,31%
  • IDXV30 132   0,38   0,29%
  • IDXQ30 135   0,57   0,43%

7 Kelemahan Bank Dunia versi GAPKI


Jumat, 01 Oktober 2010 / 15:19 WIB
7 Kelemahan Bank Dunia versi GAPKI


Reporter: Asnil Bambani Amri |

JAKARTA. Kekecewaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) terhadap Bank Dunia tidak hanya masalah penggunaan data LSM dalam moratorium pendanaan terhadap industri kelapa sawit saja saja. Fadhil Hasan Direktur eksekutif GAPKI menyatakan, ada 7 kekecewaan GAPKI terhadap Bank Dunia.

Pertama, Bank Dunia sepaham dengan kalangan LSM soal tuduhan terhadap industri kelapa sawit sebagai penyebab deforestasi, emisi karbon dan hilangnya keanekaragaman hayati. Kedua, persepsi mengenai definisi deforestasi semestinya diperjelas karena ada perbedaan antara kelompok Bank Dunia dan regulasi pemerintah Indonesia.

“Di Indonesia, pemerintah melegalkan penggunaan hutan untuk dikonversi menjadi perkebunan sawit melalui Areal Penggunaan Lain (APL),” kata Fadhil di Jakarta, Jumat (1/10).

Ketiga, aspek lingkungan yang berkelanjutan (sustainability) lebih dititikberatkan kepada aktivitas produksi sawit di perkebunan (hulu) dengan mengambil contoh prinsip dan kriteria RSPO. Padahal menurut Fadhil, masalah sustainability merupakan tanggung jawab keseluruhan rantai suplai CPO mulai dari produksi, pengolahan sampai dengan penjualan.

Keempat, draf strategi yang dibuat oleh Bank Dunia ini mengabaikan masalah proteksi yang kini diberlakukan negara-negara Eropa melalui aturan Renewable Renewable Energy Directive (RED). Menurut Fadhil, kebijakan yang dibuat oleh negara-negara Eropa tersebut sangat berdampak menghambat penjualan minyak sawit ke Uni Eropa sebagai bahan baku biodiesel. “Petani kelapa kelapa sawit dari negara berkembang akan dirugikan karena penjualan TBS (Tandan Buah Segar)-nya akan tergangggu,” jelasnya.

Kelima, Bank Dunia berencana mengikutsertakan petani sawit ke dalam skema sertifikasi RSPO. Padahal menurut Fadhil karakteristik petani sawit di tiap negara sangatlah berbeda sehingga sangat sulit untuk memakai prinsip dan kriteria RSPO bagi petani kelapa sawit. “Sementara draft itu tidak membahas bagaimana caranya membantu petani untuk meningkatkan produktivitas yang menjadi kelemahan mendasar budidaya sawit di tingkatan rakyat,” tegas Fadhil kecewa.

Keenam, keinginan Bank Dunia memperkuat kelembagaan RSPO serta membantu anggotanya untuk mendapatkan sertifikat RSPO, menjadi pertanyaan. Pasalnya, kredibilitas RSPO sedang digugat oleh anggotanya sendiri terutama produsen sawit. “Forum meja bundar ini lebih banyak mengakomodasi kepentingan LSM dan konsumen dari negara maju,” jelasnya.

Ketujuh, tidak berjalannya perdagangan minyak sawit bersertifikat atau Certified Sustainable Of Palm Oil (CSPO) ternyata kurang mendapatkan perhatian dari Bank Dunia. Fadhil menilai, jika Bank Dunia ingin syarat sertifikasi RSPO dimasukkan ke dalam persyaratan pinjaman, maka Bank Dunia menuirutnya mesti mempertimbangkan kesulitan produsen untuk menjual CSPO.

Selain itu, Gapki melihat adanya kebijakan diskriminatif dari Bank Dunia kepada sektor kelapa sawit. Pasalnya, persyaratan peminjaman tidak diberlakukan kepada komoditi minyak nabati lain seperti kedelai. Fadhil menghitung, keberadaan kelapa sawit terbukti telah berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan di negara-negara berkembang; di mana menurut Bank Dunia total tenaga kerja yang terserap di perkebunan sawit mencapai 6 juta orang.

“Sektor ini berdampak positif kepada peningkatan kesejahteraan petani dan ada manfaat sosial dari investasi sawit seperti jalan raya, sekolah, kesehatan dan tumbuhnya pekerjaan baru,” ungkap Fadhil menjelaskan data Bank Dunia itu.

Walaupun kelompok Bank Dunia menghentikan sementara pinjamannya kepada pelaku sawit nasional, namun GAPKI yakin pertumbuhan bisnis kelapa sawit akan tetap kinclong. Fadhil optimis, perbankan nasional memiliki komitmen kuat untuk membiayai sektor kelapa sawit yang tetap tumbuh positif tiap tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×