Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) telah mempersiapkan sejumlah strategi guna menghadapi efek negatif El Nino di tahun 2024 mendatang.
Diketahui, El Nino yang menyebabkan musim kemarau panjang telah berlangsung dari bulan Agustus 2023, berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) puncak El Nino diprediksi akan terjadi di akhir tahun hingga Februari-Maret 2024.
“Perseroan terus melakukan mitigasi terhadap risiko utama dari El nino melalui pengembangan embung air dan program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) yang berfungsi mencegah kebakaran,” ungkap Corporate secretary TAPG Joni Tjeng saat dihubungi Kontan, Kamis (16/11).
Ia menambahkan pada sisi demand atau permintaan, kondisi El Nino tentu akan menjaga harga karena tingkat produksi yang relatif akan turun di negara-negara penghasil crude palm oil (CPO) seperti Indonesia dan Malaysia.
Baca Juga: Primadaya Plastisindo (PDPP) Rogoh Kas Internal Untuk Membangun Pabrik di Surakarta
“Pada sisi vegetable oil global diperkirakan stok juga tidak mengalami peningkatan yang signifikan karena produksi soybean oil yang juga masih mengalami tantangan,” katanya.
Ia kemudian mengatakan, jelang tutup tahun Perseroan juga akan tetap berfokus pada optimalisasi produktivitas dimana umur tanaman sawit Perseroan saat ini berada pada masa puncak dengan rata-rata umur 12,7 tahun.
“Penerapan pupuk yang optimal disertai Good Agricultural Practice yang didukung teknologi serta Continuous Improvement untuk memaksimalkan OER tetap menjadi strategi utama perseroan,” ungkapnya.
Untuk diketahui, pendapatan dan laba TAPG di kuartal-3 tahun ini memang mengalami penurunan. Ini terlihat dari penjualan sebesar Rp 6,03 triliun pada kuartal III-2023. Penjualan tersebut turun 10,4% dari kuartal III-2022 yang sebesar Rp 6,74 triliun.
Di saat yang bersamaan, TAPG membukukan laba Rp 1,1 triliun hingga kuartal III-2023. Angka tersebut turun 52,9% secara tahunan atau year on year (YoY). Pada periode yang sama tahun lalu, TAPG mencatatkan laba sebesar Rp 2,33 triliun.
Beban pokok penjualan TAPG juga tercatat naik sebesar 14,2% ke Rp 4,53 triliun dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 3,96 triliun.
Soal penurunan kinerja ini, Joni mengatakan pendapatan dan laba tahun 2023 dibandingkan pada tahun 2022 yang merupakan masa puncak performa TAPG dimana perseroan mengalami produksi tertinggi yang didukung juga harga komoditas yang mencapai titik tertinggi.
Baca Juga: Blue Bird (BIRD) Sebut Momen Pemilu 2024 Tak Ganggu Bisnis Sektor Transportasi
“Kemudian, pada tahun 2023 fenomena El Nino mulai terjadi yang bisa mempengaruhi produksi sehingga merupakan koreksi yang wajar terjadi pada produksi kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia, pada sisi harga fokus negara-negara maju untuk menekan inflasi juga berpengaruh pada harga komoditas global yang menyebabkan koreksi. Kedua hal tersebut yang mempengaruhi performa perseroan pada tahun 2023,” katanya.
Lalu terkait anggaran belanja modal, Joni menjelaskan bahwa tahun ini perseroan menggelontorkan dana sebesar Rp 900 miliar.
“Dana ini fokus pada perbaikan infrastruktur dan pembuatan embung air untuk menjaga kelembapan perkebunan di tengah kondisi El Nino yang akan datang. Hingga kuartal 3 2023 perseroan sudah menggunakan Rp 615 miliar atau kurang lebih dua pertiga dari total alokasi capex,” jelasnya.
Meski terpengaruh oleh beberapa hal, Joni menyebut bahwa perseroan tetap memiliki target, terutama target produksi yang diharapkan sama dengan produksi tahun lalu. Sementara, target kenaikan laba, masih harus melihat pergerakan harga CPO hingga akhir tahun ini.
Sebagai catatan, pada tahun 2022 lalu, TAPG mencatatkan total produksi tandan buah segar (TBS) mencapai 3,2 juta ton atau meningkat 21% dari tahun sebelumnya dengan pencapaian yield sebesar 24,5 ton per hektar.
Sementara di tahun 2022 perseroan telah memproduksi CPO sebanyak 999.043 ton ditambah produksi palm kernel (PK) sekitar 210.000 ton.
“Karena ada faktor harga yang harus dikembalikan ke mekanisme pasar sehingga untuk target pendapatan dan laba akan dipengaruhi oleh pergerakan harga CPO juga. Dan untuk target produksi diharapkan sama atau hanya turun single digit dibandingkan pencapaian puncak perseroan pada tahun 2022,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News