kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.934   1,00   0,01%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Akhir cerita pembangkit listrik fosil yang sudah uzur


Rabu, 25 November 2020 / 18:48 WIB
Akhir cerita pembangkit listrik fosil yang sudah uzur
ILUSTRASI. Pemerintah mulai menghentikan penambahan kapasitas dari pembangkit fosil seperti PLTD dan PLTU.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat

Demi mengejar target bauran EBT 23%, Kementerian ESDM menargetkan tambahan kapasitas pembangkit listrik EBT hingga 2025 sebesar 17,4 Giga Watt dengan investasi sekitar US$ 41,2 miliar.

Nilai investasi tersebut terdiri dari PLT Panas Bumi sebesar US$ 17,45 miliar, PLT Air atau Mikrohidro senilai US$ 14,58 miliar, PLT Surya dan PLT Bayu senilai US$ 1,69 miliar, PLT Sampah senilai US$ 1,6 miliar, PLT Bioenergi senilai US$ 1,37 miliar dan PLT Hybird sebesar US$ 0,26 miliar.

RUPTL 2021-2030 kelar bulan ini

Disisi lain, demi menyukseskan rencana konversi pembangkit diesel dan uap uzur dengan EBT, pemerintah memastikan tengah merampungkan penyusunan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

Jisman mengungkapkan, sejauh ini renvana pengembangan kelistrikan memang masih mengadopsi RUPTL 2019-2028 dimana share PLTU masih mendominasi. "Saat ini kami sedang intensif membahas ruptl yang baru 2021 - 2030, berharap Desember bisa dikeluarkan," kata Jisman.

Baca Juga: Pada Januari 2021, PLN akan lelang proyek konversi 5.200 PLTD ke EBT

Ia memastikan, PLTU masih dipertahankan karena harganya masih tergolong rendah dan dapat memenuhi target 35.000 MW pada 2023 mendatang.

Jika merujuk RUPTL yang ada maka ada kebutuhan tambahan 56,4 GW kapasitas. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih mendominasi dengan porsi 48%, lalu pembangkit berbasis gas 22% dan pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) 30%.

Dilihat dari porsi kepemilikan pembangkit, dari 56,4 GW tersebut, pembangkit yang dimiliki PLN mencapai 28%, pengembang listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) 43%, kerjasama IPP dan anak perusahaan PLN mencapai 17%, sisanya unallocated dan kerjasama antara wilayah usaha.

Kendati demikian, Jisman memastikan upaya konversi ke EBT juga akan tetap dilakukan dan tak bisa ditawar lagi mengingat saat ini BPP tenaga listrik EBT semakin turun dan harga EBT juga mulai mengalami penurunan.

Disisi lain, kebutuhan tambahan kapasitas 56,4 GW untuk 2023 mendatang diprediksi bakal mengalami penyesuaian dalam RUPTL terbaru karena penurunan permintaan.

"Ada pengaturan kembali karena demand kita turun, belum bisa bilang nerapa tapi penurunan 10 GW-15 GW. Sedang hitung-hitung berapa yang sebetulnya perlu kita bangun," kata Jisman.

Penurunan ini juga rupanya menyasar pembangkit EBT. Jisman menjelaskan, secara khusus untuk EBT jika merujuk RUPTL lama maka ada kebutuhan tambahan 16,7 GW untuk 10 tahun ke depan.

Namun, nantinya dalam RUPTL terbaru jumlah kapasitas diprediksi bakal mengalami pengurangan. Jisman memastikan, kendati ada penguramagn pihaknya tetap berkomitmen agar porsi besaran 23% bauran EBT di 2025 tetap terjaga.

Salah satu langkah yang ditempuh yakni melalui konversi pembangkit diesel dan pembangkit uap uzur tersebut. Langkah ini dinilai dapat mempercepat masuknya pengembangan EBT dalam sistem kelistrikan.

"Kita lagi mau lihat dan hitung-hitungan pada PLTU yang tua apa direplace apa digunakan tetap karena dari harga sekarang ini harga EBT cenderung turun, EBT dalam sistem tidak bebani PLN," terang Jisman.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Listrik Swasta (APLSI) Arthur Simatupang bilang pihaknya belum menerima draft RUPTL 2021-2030.

"Karena ini sudah akhir tahun saya dengar tertunda, RUPTL 2021 asosiasi belum terima. Pelaku usaha menunggu kepastian," kata Arthur.

Senada, Ketua Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Riza Husni mengungkapkan berdasarkan informasi yang diterima porsi EBT dalam RUPTL tidak besar. Kendati demikian, ia merasa sejauh ini asosiasi belum dilibatkan.

"Kepada asosiasi tidak ada (pembahasan), harusnya kita dilibatkan," tegas Riza.

Selanjutnya: Ini pendapat MKI soal keberadaan energi nuklir di RUU EBT

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×