kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akhir Tahun Harga Karet Turun 22%


Rabu, 21 April 2010 / 07:20 WIB
Akhir Tahun Harga Karet Turun 22%


Sumber: KONTAN |

JAKARTA. Harga karet alam yang terlampau tinggi seperti tercermin di Bursa Komoditi Tokyo atau Tokyo Commodity Exchange (Tocom) saat ini bisa jadi akan berbalik melemah. Soalnya, kalau industri ban merasa harga tersebut terlampau tinggi, tidak mustahil mereka akan beralih ke karet sintetis. Walaupun, harga karet sintetis sendiri juga terus melaju seiring kenaikan harga minyak mentah.

Mencermati kenaikan harga karet tersebut, trader komoditas terbesar di Jepang Marubeni Corp. memperkirakan, harga karet yang terus membumbung tinggi tak akan bertahan lama. Bahkan, menurut Marubeni, tidak mustahil harga karet akan turun 22% hingga akhir tahun ini. Alasannya, ya itu tadi, industri ban tidak akan sanggup membeli dengan harga tinggi tersebut.

"Laju kenaikan harga karet terlalu jauh dan terlalu cepat," kata Kazutaka Sonomoto, Manajer Bagian Karet Marubeni Corp., seperti dikutip oleh Bloomberg kemarin.

Sebelumnya, KONTAN telah menulis, ada beberapa faktor yang membuat harga karet alam melambung belakangan ini. Misalnya pasokan karet dari Thailand, negara penghasil dan pengekspor karet terbesar di dunia, berkurang karena gejolak politik di negeri itu. Selain itu, kondisi iklim juga menganggu produksi. Padahal, saat ini, permintaan karet di China justru tengah tinggi-tingginya karena permintaan mobil naik.

Hingga kemarin, harga karet alam masih bergerming di level yang tinggi. Harga kontrak karet untuk pengiriman Mei 2010 di Tocom mencapai 375,60 yen per kilogram atau US$ 4.043 per metrik ton. Angka ini hanya turun tipis dibanding akhir minggu lalu. Jumat (16/4), harga kontrak karet yang sama ada di level 383 yen per kilogram atau US$ 4.163 per metrik ton.

Sementara itu, harga tunai (spot) pada Selasa (20/4) mencapai 412,10 yen atau sekitar US$ 4,4 per kg. Nah, Sonomoto memperkirakan, harga karet ini akan merosot menjadi sekitar US$ 3 hingga US$ 3,70 per kilogram pada semester kedua tahun ini.

Wakil Ketua Komite Karet Indonesia Azis Pane memperkirakan hal yang sama dengan Sonomoto. Menurutnya, penguatan harga karet alam saat ini sifatnya hanya sementara. Dus, harga karet alam akan kembali luruh pada dua bulan ke depan.

“Penguatan harga karet yang terjadi dalam waktu beberapa waktu belakangan ini akibat aksi spekulasi dan hanya akan bertahan hingga dua bulan ke depan," kata Azis kepada KONTAN. Ia memperkirakan, dua bulan ke depan harga karet akan menyusut 20%-30%.

Bergeser ke sintetis?

Sonotomo memperkirakan, produksi ban global akan tumbuh sebesar 3%-5% pada tahun ini. Peningkatan ini dipicu oleh kenaikan penjualan mobil di China. Bulan lalu, Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) juga memperkirakan, konsumsi karet alam di China akan tumbuh 10% dari tahun lalu menjadi 3,35 juta metrik ton.

"Itu sebabnya, permintaan karet dari China juga akan terus meningkat seiring dengan kepemilikan kendaraan per kapita di China yang akan naik ke level yang sama dengan Jepang," kata Sonomoto lagi. Ujungnya, harga karet alam akan kian mahal.

Nah, Sonomoto memprediksikan, tingginya harga karet alam akan membuat para produsen ban bergeser ke karet sintetis atau alternatif karet lain yang lebih murah. Soalnya, produsen ban juga tidak bisa meningkatkan harga produknya meski harga karet terus membumbung tinggi. Maklum, selisih atau gap antara harga karet dan kemampuan konsumen untuk membeli ban sangatlah lebar.

Sementara, harga karet sintetis yang bahan dasarnya adalah minyak mentah kini berada di kisaran US$ 2.500 per metrik ton. Bandingkan harga itu dengan harga karet alam yang berada di kisaran US$ 4.000 per metrik ton.

Toh, tak semua orang sepakat dengan Sonomoto. "Bagaimana bisa beralih ke karet sintetis kalau harga karet sintetis juga naik mengikuti harga minyak mentah?" kata Tjutju Dharmawan, Deputy GM Sales & Marketing PT Sumi Rubber Indonesia.

Menurut Tjutju, tidak mudah mengalihkan penggunaan karet alam ke karet sintetis. Persoalannya bukan hanya harga yang sama-sama naik, tetapi kegiatan produksi ban memang membutuhkan kedua jenis karet itu.

Namun, penguatan rupiah terhadap dolar AS belakangan ini membantu konsumen karet. "Harga karet ini dalam mata uang dolar AS, namun pembayaran bisa dilakukan dengan rupiah. Nah, rupiah yang semakin kuat bisa menjadi kompensasi bagi kenaikan harga karet," kata Tjutju.

Azis juga sependapat dengan Tjutju. Kendati harga karet di bursa komoditas dunia terus merangsek naik, namun pengalihan ke karet sintetis itu tidak akan otomatis terjadi. "Pasokan karet sintetis sangat terbatas sehingga harga sulit turun, sedangkan karet alam pasokannya banyak sehingga harga mudah turun,” jelasnya. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×