Reporter: Aulia Fitri Herdiana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan tambang batubara terancam kehilangan total keuntungan lebih dari Rp 7 triliun akibat harga batubara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) sebanyak 25% senilai US$ 70 per ton.
Direktur PT Kaltim Prima Coal Eddie J. Soebari mengatakan pihaknya menyepakati adanya patokan pasokan maupun harga yang sudah ditetapkan untuk pembangkit listrik milik PLN tersebut. "Ada potensi kehilangan pendapatan sekitar kurang lebih Rp 2,5 triliun," terangnya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPR Selasa (3/4).
Pada tahun 2018, KPC memproyeksikan produksi batubara hingga 58 juta ton. Dari angka tersebut, 25% diantaranya akan disuplai kepada PLN atau sekitar 12,7 juta ton.
Direktur Utama Kideco Jaya Agung, Kurnia Ariawan menambahkan, perseroan berpotensi kehilangan keuntungan mencapai Rp 1,1 triliun. "Target tahun ini kita ingin produksi sekitar 32 juta ton, 25% diantaranya akan disuplai ke PLN," ucapnya.
Sementara itu CEO PT Arutmin Indonesia, Ido Hotna Hutabarat bilang, hingga April 2018, Arutmin telah mengalami lost margin sebesar US$ 67,7 juta atau senilai Rp 913,95 miliar (kurs Rp 13.500) akibat ditetapkannya DMO batubara.
Perhitungan KONTAN, Arutmin mengalami rata-rata kerugian sebesar Rp 228,48 miliar setiap bulan. Jika dihitung selama setahun penuh, Arutmin berpotensi mengalami kehilangan keuntungan sekitar Rp 2,74 triliun.
Direktur Hukum PT Berau Coal Edy Santoso juga menyatakan potensi kehilangan keuntungannya akibat keputusan menteri tersebut. "Dampak revenue dengan DMO US$ 70 per ton ini, dalam satu tahun di 2018, kami akan berkurang sekitar US$ 70 juta," ucapnya.
Meski menyatakan akan kehilangan potensi keuntungan, namun sejumlah perusahaan pertambangan batubara mengaku tetap mendukung dan menyepakati keputusan pemerintah terkait penetapan DMO Batubara tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News