Reporter: Noverius Laoli | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Keputusan lima perusahaan kelapa sawit di Indonesia menandatangani komitmen Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) menimbulkan sejumlah permasalahan. Salah satunya adalah rantai pasok yang di dalamnya melibatkan petani.
Akibat persyaratan IPOP, banyak petani tidak bisa menjual tandan buah segar (TBS) mereka kepada pabrik kelapa sawit skala menengah yang menjadi pemasok minyak sawit ke perusahaan-perusahaan yang telah meneken IPOP.
Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Manggabarani mengatakan, kriteria dan persyaratan di dalam IPOP terkait nol deforestasi, perlindungan lahan gambut, dan perlindungan HCS kontraproduktif dengan upaya pemerataan pembangunan ekonomi nasional.
Seharusnya komitmen sawit berkelanjutan harus mempertimbangkan aspek-aspek sosial ekonomi. "Mengingat perkebunan kelapa sawit di Indonesia melibatkan sekitar 5 juta petani dan pekerja baik langsung maupun tidak langsung," ujar Achmad, Rabu (9/9).
Ia mendesak, agar setiap komitmen untuk mewujudkan industri kelapa sawit berkelanjutan juga harus tunduk pada peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia. Apalagi untuk membangun industri kelapa sawit berkelanjutan, pemerintah telah menetapkan mandatory sertifikasi ISPO (Indonesia Palm Oil Industry) bagi seluruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
FP2SB meminta pemerintah segera mencari jalan keluar pelaksanaan IPOP agar sawit petani tidak terbengkalai karena tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam IPOP.
Lima perusahaan besar sawit atau The Big Five Company yang meneken IPOP antara lain Wilmar Indonesia, Cargill Indonesia, Musim Mas, Golden Agri, dan Asian Agri. Penandatanganan ini dilakukan di KTT Perubahan Iklim di New York AS pada September 2014.
Beberapa aspek atau kriteria yang diterapkan dalam IPOP antara lain melarang ekspansi kebun sawit (No deforestasi), melarang kebun sawit di lahan gambut (No Peatland), melarang kebun sawit menggunakan lahan berkarbon tinggi/HCS, dan melarang menampung TBS/CPO dari kebun sawit hasil deforestasi, lahan gambut dan HCS (traceability).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News