Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia diketahui telah resmi menetapkan alokasi volume Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis biodiesel untuk tahun 2026 sebesar 15.646.372 kiloliter (kL).
Adapun, alokasi biodiesel yang dimaksud adalah untuk B40 atau bahan bakar solar campuran yang mengandung 40% biodiesel (bahan bakar nabati dari sawit) dan 60% solar fosil.
Angka ini tidak jauh berbeda dengan alokasi B40 sepanjang tahun 2025 yang ditetapkan sebesar 15,6 juta kiloliter (kL), dengan rincian 7,55 juta kL untuk segmen PSO (Public Service Obligation) dan 8,07 juta kL untuk non-PSO.
Dalam penerapan angka ini, Sawit Watch menyebut adanya potensi ekspansi lahan baru secara masif, bukan hanya untuk B40, namun untuk B50 yang direncanakan mulai dilakukan pada pertengahan tahun 2026 mendatang.
Baca Juga: Kementerian ESDM Tetapkan Alokasi Biodiesel Tahun 2026 Sebesar 15,65 Juta Kilo Liter
"Pertanyaannya, dari mana tambahan pasokan CPO untuk B50 berasal? Karena produktivitas lahan petani kecil saat ini rendah dan program replanting lambat. Jadi ada risiko besar pemerintah dan perusahaan melakukan ekspansi lahan baru secara masif untuk memenuhi target B50," ungkap Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo kepada Kontan, Jumat (26/12/2025).
Achmad menambahkan, ini berarti terdapat potensi ancaman bagi masyarakat adat dan lokal berupa peningkatan konflik agraria, perampasan lahan (land grabbing), dan deforestasi di wilayah-wilayah hutan tersisa.
"Risiko yang akan terjadi adalah korsleting ekologis di mana daya dukung lingkungan dipaksa melampaui batasnya demi mengejar target energi, yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat lokal melalui bencana ekologis seperti banjir atau kekeringan," tambahnya.
Penggunaan Crude Palm Oil (CPO), tambah dia, untuk kebutuhan sektor energi akan semakin mengalami peningkatan. Hal ini juga membuka kemungkinan pengetatan pada sektor pangan.
"Pasokan pangan mungkin ketat, tapi Pemerintah sampai saat ini sudah mengatur melalui DMO, bilamana pengaturannya tidak hati-hati, maka ada risiko berupa kejadian tahun 2022 yang bisa terulang, kelangkaan dan mahalnya minyak goreng," tambahnya.
Baca Juga: Pertamina Patra Niaga Rilis BBM Biosolar Baru,Klaim Lebih Unggul dari Biodiesel Biasa
Dalam catatan Kementerian ESDM, kelanjutan biodiesel menjadi penentu agar Indonesia tidak lagi bergantung pada impor solar.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) ESDM, Eniya Listyani, menyebut pelaksanaan program mandatori biodiesel tahun 2026 ini akan didukung oleh sinergi dari 32 BU BBM dan 26 BU BBN yang telah ditunjuk Pemerintah, dengan tetap mempertahankan skema insentif bagi sektor PSO sebagaimana ketentuan tahun sebelumnya.
Menurut perhitungan Kementerian ESDM, implementasi biodiesel 2026 diperkirakan mendorong pertumbuhan industri hilir dan rantai nilai sawit nasional, dengan nilai tambah CPO menjadi biodiesel mencapai Rp21,8 triliun.
Selain itu, program ini diperkirakan dapat menghemat devisa impor solar sekitar Rp139 triliun, menyerap lebih dari 1,9 juta tenaga kerja, dan menurunkan emisi gas rumah kaca sekitar 41,5 juta ton CO2e.
Selanjutnya: Rekor Pertemuan Persib Bandung vs PSM Makassar, Siapa yang Menang?
Menarik Dibaca: Film Agak Laen: Menyala Pantiku! Lampaui Jumlah Penonton Film Agak Laen Pertama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













