Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana perubahan Perda DKI Jakarta No.2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta yang mengharuskan pengusahan mall memberikan 20% lahan untuk UMKM memantik polemik. Pasalnya, saat ini lebih dari 90% mall merupakan kelas menengah yang memang tenantnya merupakan UMKM.
Stefanus Ridwan, Ketua Umum DPP APPBI menyatakan prinsipnya pihaknya ingin membantu UMKM. Namun hal ini tidak bisa dengan menekan UMKM lainnya, sebab dengan memberikan 20% gratis atau disubsidi maka berimbas selisih akan ditanggung 80% lainnya.
"Kenyataannya yang rugi UMKM juga, mallnya tidak rugi cuma kami jadi susah mencari penyewa saja karena tidak bisa hidup semua penyewanya," ujar Stefanus di Jakarta, Kamis (12/4).
Salah satu pendorong pendapatan mall adalah biaya sewa, dengan skema ini tentu saja beban sewa akan menekan tenant lainnya. Oleh karena itu, revisi Perda no 2 tahun 2002 tersebut nampaknya tak perlu memasukkan skema 20% alokasi UMKM, karenanya nyatanya saat ini memang sudah banyak.
"Pelaku usaha bilang itu tidak mungkin, impossible itu dimanapun dilaksanakan. Income dari mana?" lanjut Stefanus.
Apalagi pihak mall tidak bisa disubsidi sebab saat ini untuk break event point saja mall membutuhkan waktu 12 tahun-17 tahun. Apalagi bila harus menalangi 20% bebas sewa UMKM tersebut, hal ini akan menjadi dilema bagi pemilik mall.
"Tidak mungkin dari kantong kami. Kami tidak ada untungnya sampai 20%. Tidak mampu, berapa persen juga tidak mampu, kita mesti logis kalau di mall menengah bawah yang 90% itu isinya sudah UMKM, masukan saja kesana biayanya juga lebih murah," jelas Stefanus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News