Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) memicu penolakan, terutama dari petani cengkeh dan tembakau.
Kebijakan ini dipandang akan berdampak signifikan pada keberlangsungan industri tembakau nasional dan nasib petani di berbagai provinsi di Indonesia.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nusa Tenggara Barat (NTB), Sahminudin, menyatakan bahwa dorongan untuk menerapkan kemasan polos sudah menjadi agenda pihak anti-tembakau di Indonesia.
Baca Juga: 18 Organisasi Pemuda Desak Jokowi Segera Naikkan Cukai Rokok, Ini Alasannya
Menurutnya, kelompok ini bekerja secara sistematis dengan mempengaruhi pembuat kebijakan di tingkat pusat dan daerah, dengan tujuan melemahkan industri tembakau.
Sahminudin menegaskan bahwa dampak kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh petani, tetapi juga oleh pabrik rokok dan semua pihak yang terlibat dalam rantai produksi dan distribusi tembakau. Negara pun akan terkena imbas, terutama dalam hal penerimaan cukai rokok dan identitas produk.
Ia memperingatkan bahwa kebijakan kemasan polos akan mengurangi daya saing produk tembakau Indonesia di pasar domestik dan internasional, yang pada gilirannya akan mempengaruhi harga jual tembakau dan cengkeh.
“Dampaknya bersifat multi-efek, tidak hanya menyasar petani tembakau, tetapi juga petani cengkeh dan pabrikan,” katanya dalam keterangannya seperti dikutip Senin (7/10).
Baca Juga: Serikat Pekerja Rokok Dorong Calon Kepala Daerah Tampung Aspirasi Pekerja Tembakau
Penolakan serupa disampaikan oleh Ketua DPD APTI Aceh Tengah, Hasiun, yang mengeluhkan kurangnya dukungan pemerintah terhadap keberlanjutan mata pencaharian petani tembakau akibat PP 28/2024 dan RPMK.
Ia meminta pemerintah untuk mendengarkan aspirasi para petani, mengingat Aceh memiliki lahan pertanian luas yang ideal untuk budidaya tembakau.
Hasiun menekankan bahwa petani di Aceh tidak dilibatkan dalam perumusan regulasi yang berdampak besar pada mereka. “Peraturan yang dibuat tidak mencerminkan kondisi di lapangan, sehingga tidak relevan dengan kebutuhan kami,” tambahnya.
Kritik tajam juga disampaikan oleh Perwakilan DPD APTI Jawa Barat, Undang Herman. Ia mempertanyakan keberadaan pasal-pasal pertembakauan dalam PP 28/2024 yang masih menjadi polemik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News