kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.879   51,00   0,32%
  • IDX 7.204   63,03   0,88%
  • KOMPAS100 1.106   10,86   0,99%
  • LQ45 878   11,63   1,34%
  • ISSI 221   0,93   0,42%
  • IDX30 449   6,38   1,44%
  • IDXHIDIV20 540   5,74   1,07%
  • IDX80 127   1,43   1,14%
  • IDXV30 135   0,66   0,49%
  • IDXQ30 149   1,74   1,18%

APTRI: Pembangunan pabrik gula baru belum diikuti penambahan lahan tebu


Minggu, 28 Oktober 2018 / 15:32 WIB
APTRI: Pembangunan pabrik gula baru belum diikuti penambahan lahan tebu
ILUSTRASI. Petani Tebu Sedang Memotong Batang Tanaman Tebu


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangunan sembilan pabrik gula baru yang bakal beroperasi seluruhnya pada tahun 2020, disambut baik oleh petani tebu. Dengan syarat, pabrik-pabrik tersebut akan menggiling tebu petani dan bukan menggiling gula rafinasi impor. Namun sayangnya, Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) meragukan potensi ini karena belum menerima laporan pembukaan lahan tebu yang signifikan untuk mencukupi kapasitas produksi sembilan pabrik gula tersebut.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTRI Soemitro Samadikoen menyampaikan sejatinya gula konsumsi di Indonesia surplus bukan karena produksi tebu maupun pabrik bertambah, tapi karena impor gula mentah yang berlimpah. "Kita memang butuh pabrik gula, dengan catatan mereka giling tebu. Nah pertanyaannya di Sumatra Selatan ada lahan tebu baru tidak?" katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (28/10).

Menurutnya, hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan adanya pembukaan lahan tebu baru untuk di area-area yang disebutkan akan memiliki pabrik gula baru.

Adapun luas lahan tebu menurutnya saat ini di kisaran 450.000 hektare (ha) yang setara 2,1 juta ton-2,2 juta ton gula. Jumlah lahan ini terus berkurang karena petani tebu makin meninggalkan komoditas tebu karena produktivitas masih rendah di 5 ton-6 ton per ha dan harga tidak bersaing. 

Bila sembilan pabrik gula ini akan menghasilkan kapasitas maksimal 2,35 juta ton, artinya pemerintah harus menambah lahan tebu seluas 400.000 ha lagi dengan syarat rendemen naik jadi 7%.

Oleh karena itu, Soemitro melihat Kementerian Pertanian sebagai kementerian teknis harus memastikan adanya pembangunan lahan tebu yang terarah untuk mendukung kebutuhan pabrik tersebut. "Kementan harus lihat ada persiapan lahannya, kalau tidak ada, saya khawatir akan giling raw sugar dan jadinya impor lagi. Atau setidaknya ada kerjasama dengan petani setempat untuk kirim langsung," jelasnya.

Asal tahu sebelumnya, Sekretaris Jendera Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro menyampaikan akan ada sembilan pabrik yang akan beroperasi pada tahun 2020. Sebagian akan beroperasi tahun ini, dan tahun depan. Adapun PG tersebut tersebar di Blitar (Jawa Timur), Indramayu (Jawa Barat), OKI (Sumatera Selatan), Sumba Timur (NTT), dan Bombana (Sulawesi Tenggara). Tiga pabrik di Blitar, Sumatera Selatan dan Bombana sudah dikerjakan sejak tahun 2017.

Sembilan pabrik gula tersebut akan memberikan kapasitas produksi sebesar 2,35 juta ton. Padahal Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia sebelumnya memperkirakan tahun ini produksi gula konsumsi (GKP) akan mencapai 2,1 juta ton, sama dengan tahun lalu, namun akan mendapatkan kelebihan stok oper tahun lalu sebesar 2,4 juta ton. Tak hanya itu, masih ada stok impor GKP sebesar 1,2 juta ton ditambah rembesan gula rafinasi industri di pasar sebesar 800.000 ton.

Dengan perhitungan tersebut, artinya stok gula konsumsi mencapai 6,5 juta ton padahal kebutuhan nasional hanya 2,8 juta ton. Artinya bakal ada surplus sebesar 3,7 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×