kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Area CBD kemahalan, banyak kantor pilih ke pinggir


Rabu, 09 Oktober 2013 / 10:40 WIB
Area CBD kemahalan, banyak kantor pilih ke pinggir
ILUSTRASI. Pemilik Triputra Group, TP Rachmat, meraih Paramadina Award 2022


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Selama Juli-September 2013, terjadi penurunan kinerja di sektor perkantoran Jakarta. Hal ini ditandai dengan berkurangnya tingkat serapan dan pasok. Kendati demikian, harga masih beranjak naik, meski pertumbuhannya tidak setinggi kurun 2011 hingga awal 2012.

Hasil riset Colliers International Indonesia menunjukkan bahwa setelah mengalami tingkat serapan sangat tinggi selama kurun dua tahun tersebut, sekitar 300.000 meter persegi sampaiĀ  400.000 per meter persegi, tren yang terjadi pada 2013 justru sebaliknya. Hingga September lalu, ruang perkantoran yang terserap hanya seluas 111.000 meter persegi.

Menurut Director Office Services Colliers International Indonesia, Bagus Adikusumo, penurunan permintaan terjadi pada perkantoran di area central business district (CBD) Jakarta. Penyebabnya tak lain karena harga sewa dan jual sudah terlalu tinggi.

Untuk perkantoran grade A dan premium, harga sewanya sudah mencapai US$ 40 (Rp 460.520) sampai US$ 50 (Rp 575.650) per meter persegi per bulan di luar biaya perawatan. Sementara perkantoran grade B sekitar US$ 25 (Rp 287.825)- US$ 35 (Rp 402.955) per meter persegi per bulan di luar biaya perawatan.

"Dengan harga setinggi itu, para tenant bisa mendapatkan ruang lebih luas dan gedung yang baru di luar CBD. Sehingga banyak perusahaan yang beralih dan merelokasikan operasionalnya ke perkantoran di koridor Simatupang, Pondok Indah atau di luar wilayah keduanya," papar Bagus kepada di Jakarta, Selasa (8/10).

Bagi perusahaan dengan profil eksposur tinggi seperti finansial, perbankan, jasa konsultasi, asuransi, dan telekomunikasi, serta IT, berkantor di kawasan CBD memang sebuah keharusan. Berbeda dengan perusahaan manufaktur dan sektor riil seperti consumer good dan otomotif. Mereka tidak harus bertahan, dan mulai bertahap pindah ke luar CBD.

"Perusahaan perbankan pun hanya kantor pusatnya yang berada di CBD sementara untuk back office justru mulai bertahap menyasar area-area perkantoran baru di ketiga koridor itu. Fenomena relokasi akibat harga sewa tinggi ini sebetulnya sudah terjadi sejak akhir 2011," jelas Bagus.

Maraknya tren relokasi ini, imbuh Bagus, membuka peluang bagi perkantoran di luar CBD Jakarta untuk meningkatkan harga sewa. Saat ini harga sewa berada pada posisi rerata Rp 153.379 per meter persegi per bulan di luar service charge, meroket 12,7%.

Untuk tren perkantoran ke depan, Associate Director Reasearch Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, memproyeksikan perlambatan berlanjut hingga 2014-2016. Tantangan lebih berat, tidak saja karena perlambatan pertumbuhan ekonomi makro, dan depreasiasi Rupiah, juga tren politik Pemilihan Umum Presiden dan Legislatif.

"Saat itu, pasok yang masuk pasar juga melebihi pasok 2013. Di CBD saja, akan masuk 1,80 juta meter persegi pasok baru dalam tiga tahun ke depan. Kondisi aktual, 88% di antaranya sudah dalam tahap konstruksi struktur. Sementara di luar CBD, kami proyeksikan akan bertambah ruang kantor baru seluas 1,18 juta meter persegi hingga 2016 mendatang," urai Ferry.

Jadi, nilai Bagus, sektor perkantoran akan mengalami kontraksi pada 2016 nanti. Saat itu, laju pertumbuhan harga betul-betul tertahan, akibat pasok berlebih. Sementara permintaan turun. (Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×