kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.894.000   23.000   1,23%
  • USD/IDR 16.435   -10,00   -0,06%
  • IDX 7.141   34,56   0,49%
  • KOMPAS100 1.040   6,83   0,66%
  • LQ45 812   5,50   0,68%
  • ISSI 225   1,86   0,83%
  • IDX30 424   3,56   0,85%
  • IDXHIDIV20 510   8,47   1,69%
  • IDX80 117   0,83   0,71%
  • IDXV30 122   2,00   1,67%
  • IDXQ30 139   1,66   1,21%

Kendala Industri Kaca pada 2025: Gas Murah Tersendat, Permintaan Melambat


Senin, 19 Mei 2025 / 17:55 WIB
Kendala Industri Kaca pada 2025: Gas Murah Tersendat, Permintaan Melambat
ILUSTRASI. Industri kaca menghadapi sejumlah kendala seperti sisi produksi maupun pemasaran.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri kaca menghadapi sejumlah kendala pada tahun 2025. Tantangan datang mengimpit dari sisi produksi maupun pemasaran. Pasokan gas murah tersendat di tengah permintaan yang berpotensi melambat.

Ketua Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI) Henry T. Susanto memprediksi tingkat pemanfaatan kapasitas produksi (utilisasi) industri gelas kaca bakal merosot pada tahun 2025. Utilisasi diperkirakan hanya menyentuh 70%, bahkan berpotensi di bawah level tersebut.

Estimasi itu lebih rendah daripada rata-rata utilisasi industri gelas kaca pada 2024, yang kala itu mencapai 77%. "Utilisasi 2025 ditakutkan akan lebih rendah dari 70% bila situasi pasar yang lesu dan ketidakpastian pasokan yang mengakibatkan harga gas berfluktuasi ini terus berlanjut," kata Henry kepada Kontan.co.id, Senin (19/5).

Henry membeberkan, total kapasitas produksi gelas kaca dari 13 pabrik anggota APGI mencapai 650.000 ton per tahun. Mayoritas hasil produksi terserap di dalam negeri dengan perbandingan 75% ke pasar domestik dan 25% ke pasar ekspor.

Baca Juga: Industri Gelas Kaca Harap Kebijakan HGBT Terbaru Diterapkan Secara Penuh

Ekspor produk botol kaca terutama menyasar negara Asia Tenggara dan Australia. Sedangkan jenis produk tableware dipasarkan ke sejumlah negara Asia, Amerika Latin, Amerika Serikat (AS) dan Afrika Selatan. 

Dari sisi produksi, Henry menyoroti realisasi pasokan dari Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Industri kaca menjadi salah satu sektor penerima HGBT. Patokan harga gas bumi sebagai bahan bakar dipatok sebesar US$ 7 per million british thermal unit (MMBTU), sedangkan untuk bahan baku sebesar US$ 6,5 per MMBTU.

Hanya saja, Henry mengatakan ada ketidakpastian harga dengan kuota gas yang hanya sekitar 70%. Sejumlah pabrik pun memakai gas di atas kuota untuk membayar harga gas regasifikasi seharga US$ 16,88 per MMBTU.

Kondisi ini menyebabkan harga gas rata-rata yang dibayarkan sejumlah pabrik di atas US$ 12 per MMBTU. Padahal, harga gas menjadi bagian dari biaya energi yang berkontribusi 25%-30% terhadap biaya produksi pabrik gelas.

"Banyak pabrik gelas bekerja di bawah kapasitas. Pabrik lebih suka berproduksi sesuai kuota gas karena memakai gas lebih artinya harus membayar biaya gas yang jauh lebih mahal karena menggunakan harga gas regasifikasi," terang Henry.

Selain pasokan gas, tantangan lain dari sisi produksi adalah ketersediaan bahan baku tengah  (intermediate). Sedangkan dari sisi pemasaran, Henry menyoroti biaya logistik yang mahal untuk memasok pasar domestik.

Baca Juga: Prospek Industri Kaca pada 2025 Terkendala Pasokan Gas dan Penurunan Permintaan

Pada saat yang sama, ada indikasi penurunan permintaan. Di dalam negeri, imbuh Henry, banyak pihak yang masih menahan pengeluaran dengan mempertimbangkan dinamika ekonomi dan lesunya daya beli

Sementara di luar negeri, industri masih dibayangi oleh dampak eskalasi geo-politik dan efek perang tarif. "Kondisi ini menyebabkan ketidak pastian perdagangan dan menurunkan permintaan pasar," imbuh Henry.

Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan punya catatan serupa. Tekanan ekonomi dan pelemahan daya beli berdampak pada sejumlah sektor, termasuk properti dan otomotif, yang menjadi pasar utama bagi industri kaca lembaran.

Dari faktor global, muncul secercah harapan dari melunaknya perang tarif antar AS dan China. Namun, pelaku industri tetap mesti berhati-hati karena kebijakan proteksionisme global bisa mengganjal peluang untuk memperluas pasar ekspor.

Di sisi lain, persaingan dengan produk impor juga masih bisa menjadi kendala. "(Akibat perang dagang) bisa saja banyak "produk nyasar" yang masuk ke Indonesia. Jadi kuncinya adalah daya saing yang harus kuat," kata Yustinus.

Menurut Yustinus, salah satu instrumen untuk memperkuat daya saing adalah dengan biaya produksi yang terjangkau. Dus, implementasi HGBT sesuai harga dan kuota yang sesuai ketentuan juga menjadi sorotan dari pelaku industri kaca lembaran.

Baca Juga: Bidik Pasar Ekspor dan Domestik, Industri Kaca Minta Kepastian Harga Gas Murah

"Daya saing yang kuat didapat dari biaya produksi yang reasonable, didukung dengan harga gas bumi terjangkau, dalam hal ini kebijakan HGBT. Energi kurang, pertumbuhan kurang, sangat sederhana," kata Yustinus.

Dari sisi produksi, total kapasitas terpasang di industri kaca lembaran saat ini mencapai sekitar 2 juta ton per tahun. Ada empat produsen utama di industri kaca lembaran, yakni PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG), PT Muliaglass yang merupakan entitas anak dari PT Mulia Industrindo Tbk (MLIA), PT KCC Glass Indonesia, serta PT Xinyi Glass Indonesia.

Dari kapasitas tersebut, Yustinus memprediksi utilisasi produksi industri kaca lembaran bisa menyentuh 70% atau mencapai 1,4 juta ton pada 2025. Hanya saja, perlu dicatat bahwa tingkat utilisasi 70% tersebut merupakan estimasi dengan skenario yang optimistis.

Dari proyeksi tersebut, pasar domestik diperkirakan bisa menyerap sebanyak 900.000 ton. Dus, sebanyak 500.000 ton mesti dipasok ke pasar ekspor. "Utilisasi 70% dari total kapasitas itu target optimis. Tapi angka ini mungkin saja sebatas harapan. Artinya ini peluang sekaligus tantangan," tandas Yustinus.

Selanjutnya: Pasar Terbesar Mitsubishi, Filipina Geser Indonesia Berkat XForce

Menarik Dibaca: Bisnis Parfum Anak Muda Indonesia di Jepang Usung Misi Sosial

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Thrive

[X]
×