Reporter: Adisti Dini Indreswari, Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pembatasan ekspor karet belum mampu mendongkrak harga karet di tingkat petani. Saat ini, harga karet di tingkat petani masih berada di kisaran Rp 5.500-
Rp 6.000 per kilogram (kg). Petani mendesak pemerintah segera mempercepat realisasi penyerapan karet di dalam negeri untuk pembangunan infrastruktur.
Ketua Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkrindo), Lukman Zakaria menyatakan, harga ideal karet di tingkat petani sekitar Rp 12.000 per kg. Karena itu, ia berharap pemerintah segera menerapkan agenda wajib pencampuran karet dalam aspal untuk infrastruktur sekitar 5%-10%. Diperkirakan pencampuran karet dan aspal ini membutuhkan 200.000 ton hingga 250.000 ton karet per tahun.
Selain itu, perlu juga segera merealisasikan penggunaan dock fender produksi dalam negeri di sejumlah pelabuhan, penggunaan karet pada bantalan rel kereta api, proyek bendungan dan ban pesawat. "Kami petani hanya menginginkan kenaikan harga karet itu minimal menjadi Rp 12.000 per kg, atau setara harga 1 kg beras," ujar Lukman kepada KONTAN, Selasa (22/3).
Lukman mengatakan, pembatasan ekspor karet yang telah disepakati dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang anggotanya terdiri dari Indonesia, Thailand, dan Malaysia tidak menjamin harga karet tidak akan turun. Sebab, naik turunnya harga karet sangat tergantung kepada peningkatan kebutuhan di pasar global.
Namun apabila penyerapan karet di dalam negeri meningkat, pemerintah memiliki wewenang mengatur harga karet untuk kesejahteraan petani. Ketua Dewan Karet Indonesia Azis Pane optimistis, harga karet akan merangkak naik pasca adanya penahanan ekspor oleh ITRC yang menguasai sekitar 65% pangsa pasarĀ karet global.
Bila Vietnam ikut bergabung, total anggota empat negara di ASEAN itu akan menguasai 80% pangsa pasar global. Vietnam sendiri dikabarkan ikut mengerem ekspor karet mulai April.
Azis menyatakan, langkah Vietnam ini berpotensi mendongkrak harga karet meskipun tidak terlalu signifikan. Menurutnya, pertumbuhan harga karet sangat ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi dunia. "Saat ini ekonomi dunia sedang lesu," tuturnya.
Azis juga sependapat, salah satu cara mendongkrak harga karet adalah dengan meningkatkan konsumsi di dalam negeri yang saat ini masih rendah, sekitar 15%-20%. Sementara 80% masih diekspor.
Ia juga menyambut kepuitusan pemerintah yang memasukkan industri karet remah alias crumb rubber ke dalam daftar negatif investasi (DNI). Ia berharap keputusan ini bisa membantu mendongkrak harga karet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News