Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Majelis Rayon Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Tekstil menilai impor pakaian bekas ilegal yang diungkap Kementerian Perdagangan (Kemendag) merupakan masalah terorganisir yang perlu diusut tuntas.
Pada 14 Agustus lalu, Kemendag bersama TNI, Polri, BIN, dan BAIS telah menyita 19.391 bal pakaian bekas impor ilegal senilai Rp 112,35 miliar dari 11 gudang di Bandung Raya. Pakaian bekas tersebut berasal dari Korea Selatan, Jepang, dan China.
Menengok asalnya, Direktur Eksekutif KAHMI Tekstil Agus Riyanto menilai praktik impor pakaian bekas ini bukan lagi permasalahan skala kecil yang bisa dianggap enteng.
“Ini telah terorganisir dengan rapi. Modusnya tidak hanya masuk dalam jumlah terbatas melalui pelabuhan atau pasar-pasar tradisional, tetapi menggunakan jaringan distribusi besar dengan truk dan gudang penyimpanan,” kata Agus dalam keterangannya, Senin (8/9/2025).
Baca Juga: Eksportir Mulai Rasakan Dampak Tarif Tinggi AS, Tekstil & Elektronik Paling Tertekan
Maka dari itu, menurutnya masalah ini tak bisa hanya ditangani dengan penyitaan barang. Alih-alih, diperlukan penyelesaian akar masalah yang lebih krusial. Agus mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas aktor intelektual di balik sindikat impor ilegal tersebut.
Pasalnya, masuknya pakaian bekas impor dengan harga sangat murah telah memukul daya saing industri tekstil lokal dan memperparah kondisi sektor yang sedang tertekan akibat penurunan permintaan dan ancaman PHK massal. Padahal, sudah jelas bahwa pakaian bekas merupakan salah satu barang yang dilarang untuk diimpor di Indonesia
Sejumlah payung hukum larangan impor pakaian bekas di Indonesia tersebut tertera pada Pasal 8 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 47 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan, dan yang terbaru Permendag 40 tahun 2022 yang sudah jelas dan spesifik menyebutkan larangan impor pakaian bekas.
“Pertanyaannya, kok impor pakaian bekas ini masih bisa lolos dan jumlahnya juga sangat besar?” tegas Agus.
Senada, Direktur Eksekutif Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI) Ardiman Pribadi menilai pakaian bekas impor merupakan produk yang membahayakan konsumen sehingga harus dilarang impornya dan dibatasi peredarannya di masyarakat.
“Pada faktanya pakaian bekas impor itu dilarang karena berisiko membawa virus, bakteri, dan penyakit sehingga mengancam kesehatan konsumen dalam negeri. Kalau tidak betul-betul diawasi perdagangannya, kami khawatir kerugian lebih lanjut dan dampak yang lebih besar nantinya akan ditanggung oleh konsumen,” kata Ardiman.
Baca Juga: Sektor Tekstil Belum Semarak di Tengah Pertumbuhan Manufaktur
Ardiman menekankan bahwa risiko tersebut telah diuji secara klinis, dimana pakaian bekas yang umumnya beredar di pasar dalam negeri mengandung berbagai bakteri pengancam kesehatan penggunanya seperti Staphylococcus Aureus, Escherichia Coli, dan jamur kapang atau khamir.
Mengingat bahaya tersebut, KAHMI dan YKTI mendesak pemerintah untuk konsisten memberantas impor pakaian bekas ilegal. Termasuk, pengawasan di pelabuhan, perbatasan, dan jalur distribusi darat, perlu diperkuat untuk mencegah masuknya thrifting impor ilegal.
“Jangan sampai penyitaan yang dilakukan ini cuma sebatas pencitraan dan lullaby acting yang dilakukan pemerintah untuk menenangkan pelaku industri lokal. Impor ilegal ini kan pidana, pertanyaan mendasarnya ialah siapa saja pihak terpidana? Kan belum jelas” tandasnya.
Selanjutnya: Dolar AS Terkoreksi di Awal Pekan, Apa Penyebabnya?
Menarik Dibaca: 25 Alasan Berat Badan Tidak Turun Padahal Sudah Diet Menurut Ahli
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News