Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seiring pemulihan PMI Manufaktur Indonesia, sektor tekstil mulai turut merasakan pertumbuhan, baik dari sisi produksi maupun penjualan. Namun, pertumbuhannya masih terbatas.
Pada bulan Agustus 2025, kinerja manufaktur Indonesia mulai menunjukkan perbaikan sebagaimana tercermin dalam Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur versi S&P Global yang naik ke level 51,5 dari level 49,2 pada bulan Juli.
Namun, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat pemulihan di sektor tekstil belum sekencang rerata nasional.
“Industri tekstil mulai terasa membaik di hulu, serat dan benang, sedangkan penjualan domestik naik tipis mengikuti musim tahun ajaran baru dan persiapan akhir tahun,” ujar Government Relation Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Geraldi Halomoan kepada Kontan, Selasa (2/9/2025).
Nah di hilir, Geraldi bilang penjualan bergerak positif tapi terbatas. Ia menjelaskan, momentum belanja musim sekolah turut membantu traffic gerai, tetapi tekanan barang impor pakaian jadi masih membatasi ruang tumbuh.
Baca Juga: APSyFI Soroti Kuota Impor Tekstil yang Membengkak, Industri Kian Terpuruk
Sementara itu di pasar ekspor, order relatif stagnan dengan sedikit tambahan dari kawasan Asia. Menurut Geraldi, tantangan ekspor kian kompleks dan menuntut pembenahan aturan yang lebih signifikan.
“Transisi menuju energi yang lebih ramah lingkungan, misalnya gas alam, menjadi krusial karena ketentuan di Eropa menuntut proses produksi bebas batu bara. Ini harus dicermati serius bila kita ingin menjaga akses dan nilai tambah,” ungkapnya.
Meski begitu, Geraldi menilai deregulasi impor dan kemudahan perizinan berusaha memberi harapan pada iklim usaha yang lebih sehat dan kompetitif.
Baca Juga: Mafia Kuota Impor Dituding Jadi Penyebab Gelombang PHK di Industri Tekstil
Hingga akhir 2025, API memperkirakan pemulihan berlanjut ditopang musim belanja akhir tahun. Namun, laju pertumbuhan tekstil diproyeksi masih terbatas di 2%–3% yoy. Pasalnya, sejumlah risiko, seperti tekanan impor garmen, fluktuasi harga bahan baku global, dan potensi pelemahan rupiah masih membayangi sektor ini.
Kendati begitu secara keseluruhan API menilai prospek jangka panjang lebih cerah. Jika, pemerintah konsisten memperkuat perlindungan industri dalam negeri, mendorong investasi peremajaan mesin, dan membuka akses pasar ekspor non-tradisional.
“Peluang datang dari pasar domestik yang besar, tren keberlanjutan yang mendorong produk ramah lingkungan, serta transformasi digital yang merapikan rantai produksi hingga distribusi,” pungkas Geraldi.
Baca Juga: Tanpa BMAD, Kalangan Pengusaha Optimistis Industri Tekstil Lebih Kompetitif
Selanjutnya: Ini Catatan Alumni FEB UI Soal Tantangan APBN ke Depan
Menarik Dibaca: Rekomendasi 6 Tontonan Dokumenter Netflix Penuh Fakta Mengejutkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News