Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sederet tantangan masih menyelimuti industri alat kesehatan (alkes) nasional. Meski begitu, peluang pertumbuhan masih terbuka dari giat pelaku industri memacu produksi alkes di dalam negeri.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) Erwin Hermanto menyoroti sejumlah tantangan yang menghalangi prospek pertumbuhan kinerja industri alkes di sisa tahun ini. Bahkan, tantangan tersebut diproyeksikan bisa berlanjut pada tahun depan.
Tantangan utama datang dari dinamika ekonomi yang menekan konsumsi, serta kebijakan efisiensi anggaran yang bisa menekan permintaan dari segmen pasar pemerintahan. Pelaku industri khawatir situasi ini mengakibatkan pengadaan produk alkes akan lebih memprioritaskan harga yang lebih murah dibandingkan produk dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang lebih tinggi.
"Pengadaan dengan pinjaman luar negeri dan efisiensi anggaran yang akan memprioritaskan harga daripada TKDN akan terus menggerus pasar dalam negeri sektor pemerintah." kata Erwin saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (8/9/2025).
Erwin mengungkapkan, industri alkes masih sangat tergantung dengan belanja pemerintah yang kontribusinya mencapai sekitar 70% dari total pasar. "Adanya kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat yang berdampak sampai ke daerah dapat menghambat pertumbuhan dan investasi di sektor industri alkes," imbuh Erwin.
Sementara itu, pengadaan alkes di segmen pasar swasta turut tertekan oleh pelemahan daya beli. Hal ini mengakibatkan persaingan di segmen ini semakin sengit, di tengah produk impor yang masih melimpah. "Pasar swasta juga mengalami penurunan daya beli, dan kompetisi yang cukup intens dengan produk impor," imbuh Erwin.
Baca Juga: Produksi Ventilator & Mesin Anesthesia, Graha Teknomedika Gandeng Mindray
Meski begitu, ada harapan terhadap prospek pertumbuhan industri alkes dalam jangka panjang. Produksi alkes dengan teknologi menengah hingga tinggi di dalam negeri semakin ramai, sehingga bisa terus memangkas pangsa pasar produk impor yang masih mendominasi.
Erwin memberikan gambaran, nilai belanja terhadap produk alkes impor pada tahun 2024 berada di level 52%. Impor alkes didominasi oleh produk berteknologi tinggi yang belum bisa dipenuhi dari produksi di dalam negeri. Impor produk alkes tersebut berasal dari sejumlah negara seperti China, Amerika Serikat dan Eropa.
Meski masih mendominasi pengadaan produk alkes, tapi Erwin menyatakan bahwa porsi impor sudah mengalami penurunan signifikan. Secara historis sebelum era pandemi covid-19, porsi impor dalam pengadaan e-katalog pernah mencapai 92%.
Menurut Erwin, salah satu faktor yang memangkas impor produk alkes adalah implementasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri. Inpres ini menjadi stimulus yang mendorong penyerapan produk dalam negeri, terutama pada pengadaan barang pemerintah.
Erwin mengatakan, produksi alkes di dalam negeri semakin gencar dilakukan oleh perusahaan lokal maupun Penanaman Modal Asing (PMA), melalui kemitraan strategis maupun investasi secara mandiri. "Kami melihat masih ada momentum yang cukup kuat dalam investasi industri alat kesehatan dalam negeri," ungkap Erwin.
Produksi Ventilator dan Mesin Anestesi
Aksi terbaru dilakukan oleh PT Graha Teknomedika (GTM), yang menggandeng perusahaan asal China, Shenzhen Mindray Bio-Medical Electronics Co. Ltd. (Mindray). Kerja sama strategis GTM dan Mindray dilakukan untuk memproduksi ventilator dan mesin anestesi di dalam negeri.
Direktur Marketing dan Keuangan Graha Teknomedika, Febie Yuriza Poetri mengungkapkan kolaborasi GTM dan Mindray mencakup investasi finansial, transfer pengetahuan dan teknologi, serta peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Mindray menghadirkan teknologi standar internasional, desain produk, serta pelatihan tenaga kerja.
Sementara GTM berinvestasi dalam infrastruktur produksi alkes teknologi tinggi, yang mencakup produksi, perakitan dan quality control, hingga pengembangan rantai pasok lokal. GTM pun telah menambah fasilitas produksi dengan investasi sekitar Rp 10 miliar.
Baca Juga: Target 70% Produksi Dalam Negeri, Industri Alat Kesehatan Harus Bertransformasi
GTM menargetkan bisa produksi sebanyak 500 - 1.000 unit ventilator dan mesin anesthesia per tahun. Ke depan, GTM siap untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan menyesuaikan permintaan pasar. Adapun, fasilitas produksi GTM tersebut saat ini sudah memproduksi hampir 300 unit ventilator.
"Indonesia tidak lagi hanya sebagai pasar, tetapi menjadi produsen alkes berteknologi tinggi untuk layanan kritis. Target pasar kami nasional. Ke depannya mudah-mudahan bisa mendapatkan pangsa pasar yang baik, dan kami bisa melihat kemungkinan untuk ekspor," ungkap Febie dalam peresmian produksi ventilator dan mesin anesthesia GTM & Mindray di Depok, Senin (8/9/2025).
GTM merilis produk ventilator SV300 dan SV800 yang sudah mendapatkan sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di atas 40%. Sedangkan untuk mesin anesthesia, GTM merilis produk WATO EX-35, WATO EX-65 PRO dan A8 yang sedang dalam proses mendapatkan sertifikat TKDN, dengan estimasi di atas 40%.
Pencapaian TKDN penting untuk memenuhi regulasi, sehingga produk ini berhak masuk kategori prioritas dalam e-Katalog pengadaan pemerintah. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun menyambut baik inisiatif yang dilakukan oleh GTM dan Mindray ini.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes, Lucia Rizka Andalusia mengatakan kebutuhan terhadap produk ventilator dan mesin anesthesia masih dominan dipenuhi secara impor. Produk impor tersebut berasal dari sejumlah negara seperti Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan China.
"Saat ini yang memproduksi (di dalam negeri) masih sangat sedikit, mungkin impornya masih 70%. Diharapkan akan meningkat (produksi lokal), jadi ketergantungan dari impor juga akan turun," kata Lucia.
Baca Juga: Peluang & Tantangan Industri Alat Kesehatan Memangkas Impor dan Memacu Pasar Domestik
Lucia membeberkan bahwa produksi alkes di dalam negeri secara umum telah tumbuh signifikan hingga tiga setengah kali lipat dalam tiga tahun terakhir. Lucia turut mengatakan bahwa lonjakan produksi alkes lokal terutama didorong oleh Inpres Nomor 2 Tahun 2022.
"Dari tahun 2022 sampai sekarang, itu meningkatnya tiga setengah kali lipat produksi dalam negeri. Dulu lebih banyak importir dan pedagang saja. Sekarang sudah banyak yang produsen," ujar Lucia.
Hal ini membawa dampak positif terhadap peningkatan investasi, transfer teknologi, serapan tenaga kerja, serta rantai pasok industri lokal. Lucia menambahkan, perkembangan industri alkes di dalam negeri bisa membuat ketersediaan produk lebih lengkap dan harga yang lebih terjangkau, sehingga biaya kesehatan secara umum bisa lebih murah.
Dengan begitu, diharapkan akan mengurangi jumlah masyarakat yang berobat ke luar negeri. "Karena kadang-kadang, masyarakat yang berobat ke luar negeri menganggapnya bahwa rumah sakit di sini tidak lengkap Alkes-nya, sedangkan di sana lengkap. Artinya, makin terpenuhi kebutuhan alkes di sini bisa mengurangi itu (pengobatan ke luar negeri)," kata Lucia.
Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kemenperin, Solehan mendorong adanya kerja sama strategis antara perusahaan lokal dengan perusahaan global. Hal ini penting untuk memacu pengembangan industri alkes di dalam negeri, sehingga mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan pasar terhadap produk berteknologi sedang hingga tinggi.
"Kami terus mendorong TKDN, karena ini juga menjadi syarat dalam e-Katalog, untuk bisa digunakan (dalam belanja) pemerintah. Kolabarasi (dengan perusahaan global) bisa mempercepat adopsi teknologi, terutama untuk produk medium to high technology agar tercapai di Indonesia," kata Solehan.
Baca Juga: UBC Medical Gandeng Hisky Medical Distribusikan Produk Diagnosis Hati di Indonesia
Selanjutnya: Akan Optimalkan Belanja Negara yang Lambat, Menkeu Purbaya Sebut Ahli Fiskal
Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Keuangan dan Karier Selasa 9 September 2025, Siap-Siap Peluang Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News