Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bersiap mengetatkan aturan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) mulai 1 Januari 2026.
Berdasarkan rencana perubahan kedua atas PP 36/2023, eksportir akan tetap wajib menempatkan 100% DHE SDA di dalam negeri selama 12 bulan, dengan penempatan khusus di bank-bank Himbara, menggantikan opsi sebelumnya yang memperbolehkan penempatan di LPEI maupun bank devisa lain.
Pemerintah juga mengusulkan pembatasan konversi valas ke rupiah maksimal 50%, serta membuka opsi penempatan DHE pada SBN valas tenor lima tahun dengan fasilitas PPh ditanggung pemerintah.
Baca Juga: GAPKI Nilai Ekspor Sawit pada 2026 Akan Menurun Efek Penerapan B50
Sejumlah eksportir tambang dan sawit menilai aturan anyar ini akan berdampak pada likuiditas dan biaya operasional.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani mengatakan, kewajiban menahan DHE hingga satu tahun berpotensi menekan arus kas perusahaan, terlebih sebagian besar biaya operasi dibayar dalam rupiah.
“Batas konversi 50% akan mempengaruhi kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban rupiah, padahal mayoritas pengeluaran operasional menggunakan rupiah,” ujar Gita kepada Kontan, Selasa (9/12).
Gita menambahkan, sebagian perusahaan kemungkinan tidak keberatan dengan penempatan DHE di Himbara, namun pemerintah perlu menimbang dampaknya terhadap bank swasta yang selama ini menjadi penampung DHE sektor tambang.
Pernyataan senada disampaikan Executive Director Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia. Menurut dia, pembatasan konversi dinilai tidak selaras dengan kewajiban penggunaan rupiah dalam PBI 17/3/2015 justru membolehkan penukaran valas sesuai kebutuhan operasional dengan bukti pendukung. "Jika implementasi baru dibatasi, tentu akan menyulitkan pemenuhan kewajiban operasional yang wajib dibayar dalam rupiah," jelasnya kepada Kontan, Selasa (9/12/2025).
Dari sektor sawit, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan pelaku usaha masih meminta agar aturan ini dipertimbangkan kembali.
Baca Juga: Kemendag Tetapkan Harga Referensi CPO Turun 3,9% pada Desember 2025
Eddy menilai modal kerja akan tertahan lebih lama bila DHE wajib disimpan hingga 12 bulan, sehingga perusahaan mungkin perlu menambah pinjaman bank.
“Kalau akhirnya harus meminjam, biaya akan naik karena ada bunga,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (9/12/2025).
Dari perspektif hukum, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bachtiar menilai, secara legal, pemerintah memiliki kewenangan mengatur tata niaga ekspor demi kepentingan penerimaan negara dan stabilitas moneter. Namun ia menilai kebijakan ini kurang tepat waktu mengingat harga komoditas sedang turun dan biaya operasi meningkat.
“Jika diterapkan Januari, kondisi pengusahaan bisa makin tertekan. Selain itu, perubahan cepat aturan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan membuat pelaku usaha harus menyesuaikan kontrak dagang dan skema pembayaran,” kata Bisman kepada Kontan, Selasa (9/12/2025).
Selanjutnya: Secure Parking Siapkan Aplikasi Hadapi Potensi Lonjakan Trafik
Menarik Dibaca: Ada Lazada 12.12 Promo Habis-Habisan, Berlangsung Mulai 11 hingga 14 Desember
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













