kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aturan karantina hambat kakao impor masuk


Kamis, 14 April 2016 / 12:08 WIB
Aturan karantina hambat kakao impor masuk


Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Efek berlakunya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) pada Februari 2016 mulai terasa. Salah satunya adalah dengan sulitnya kakao impor masuk ke Indonesia.

Pasal 6 beleid tersebut mengatur pemasukan PSAT dari negara yang sistem pengawasan keamanannya belum diakui wajib disertai sertifikat hasil uji. Lantas, dalam Pasal 10 dijelaskan, sertifikat hasil uji ini diterbitkan oleh laboratorium yang telah didaftar oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan).

Masalahnya, laboratorium negara asal kakao impor yang sebagian besar merupakan negara-negara Afrika, seperti Ghana dan Pantai Gading, belum terdaftar di Barantan. Alhasil, importir pun mengaku tidak bisa berbuat apa-apa lantaran registrasi laboratorium merupakan urusan government to government (G2G).

Sekretaris Jenderal Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Yusa Ali mengatakan, akibat kebijakan ini, puluhan kontainer kakao impor yang masuk sejak Februari 2016 tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

"Importir merugi karena harus membayar biaya di pelabuhan. Belum lagi kualitas kakao akan menurun kalau disimpan terlalu lama, sehingga tidak bisa dipakai," ujar Yusa kepada KONTAN, Rabu (13/4).

Sebagai informasi, Askindo mencatat Indonesia mengimpor kurang lebih 100.000 ton kakao setiap tahun. Kakao impor diperlukan sebagai campuran kakao lokal yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan kakao.

Asal tahu saja, industri pengolahan kakao sendiri memiliki kapasitas produksi 800.000 ton per tahun. Namun, saat ini, yang terpakai hanya separuhnya.

Yusa melanjutkan, Askindo sudah mengirim surat kepada Kementerian Pertanian (Kemtan) terkait implikasi dari permentan ini. Namun, hingga kini belum mendapat tanggapan. Melalui surat itu, Yusa minta permentan dicabut atau ditinjau ulang sampai pemerintah menyelesaikan urusan pendaftaran laboratorium.

Selain itu, kebijakan ini diprediksi bakal memicu masalah lain, yakni ekspor kakao  terancam menyusut tahun ini karena petani kakao memprioritaskan pasar dalam negeri. Menurut proyeksi Askindo, dari produksi kakao sebanyak 350.000 ton tahun ini, ekspor hanya sebanyak 20.000 ton.

Namun, Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini membantah informasi ini. "Tidak benar jika seluruh kakao impor tertahan di pelabuhan karena kebijakan kami," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×