kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Aturan lahan tambang batubara harus perhatikan kualitas kandungan


Minggu, 07 April 2019 / 20:42 WIB
Aturan lahan tambang batubara harus perhatikan kualitas kandungan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno supaya luas pertambangan batubara yang akan habis kontrak tetap dibatasi 15.000 hektare (ha) menjadi perbincangan hangat dalam sepekan terakhir.

Jika luasan tambang jadi dibatasi, otomatis lahan milik pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) akan terpangkas lebih dari separuhnya.

Menurut Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji, sampai saat ini, dampak dari pembahasan batasan luas wilayah dalam revisi keenam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tersebut memang belum tampak.

Nafan menyampaikan, pasar tampaknya masih melihat hal tersebut sebagai wacana yang belum final dan masih bisa dikompromikan.

Adapun, pergerakan saham dari pemegang PKP2B generasi pertama yang sebagian adalah emiten batubara raksasa, lebih dipengaruhi oleh faktor global. Seperti faktor supply dan demand, serta pergerakan harga batubara yang masih dalam tren menurun.

"Kalau untuk itu (revisi PP) belum tampak, karena kan itu belum disahkan. Sifatnya masih wacana, masih kompromis," kata Nafan saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (7/4).

Seperti diketahui, sejumlah emiten besar yang tergolong PKP2B generasi pertama antara lain: Adaro Indonesia anak usaha Adaro Energy (habis kontrak pada 1 Oktober 2022), Indika Energy melalui Kideco Jaya Agung (13 Maret 2023), serta Bumi Resources melalui Kaltim Prima Coal (31 Desember 2021) dan Arutmin Indonesia (1 November 2020).

Di sisi lain, Nafan menilai bahwa sekali pun lahan tambang dibatasi, dan BUMN mendapatkan prioritas atas lahan tambang dari PKP2B, hal itu tak otomatis meningkatkan saham emiten tambang batubara BUMN. Yaitu PT Bukit Asam Tbk (PTBA).

Menurut Nafan, pasar pun akan melihat, sejauh mana kemampuan dan kesiapan PTBA dalam mengelola potensi dari lahan tambang tersebut. Selain itu, pasar pun akan memperhitungkan pangsa pasar dari PTBA dan emiten tambang batubara lainnya.

Sehingga, Nafan menilai peraturan tersebut idealnya tidak dominan memprioritaskan BUMN, tapi juga harus mempertimbangkan fleksibilitas usaha dari swasta.

Apalagi, sambung Nafan, komoditas batubara sangat diandalkan dalam ekspor dan penerimaan negara, serta sangat sensitif terhadap sentimen supply dan demand.

"Jadi nanti juga dilihat SDM (kemampuan pengelolaan), dan pangsa pasarnya. Emiten besar itu kan punya pangsa pasar yang kuat, apalagi kita juga bersaing dengan Australia dalam ekspor batubara," terangnya.

Lebih lanjut, Nafan berpendapat, jika nantinya ada pembatasan luas lahan tambang, maka harus dipertimbangkan kandungan kualitas batubara dalam wilayah tersebut.

Menurut Nafan, akan menjadi sebuah kerugian besar, apabila wilayah tambang yang dibatasi itu mengandung batubara kualitas tinggi, khususnya coking coal.

Alasannya, coking coal atau pun batubara kalori tinggi merupakan primadona dalam penjualan batubara dengan harganya lebih menjanjikan dibanding batubara kalori rendah. Terlebih, sejumlah emiten batubara itu telah berinvestasi untuk meningkatkan kapasitas produksi batubara jenis ini. Adapun, PKP2B generasi pertama seperti Adaro, misalnya, tengah menggenjot produksi batubara coking coal pada tahun 2019 ini.

Selain itu, lanjut Nafan, pembahasan soal wilayah tambang juga harus memperhatikan komitmen perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan.

"Memang harga batubara secara umum turun, tapi harga untuk jenis ini kan di atas normal. Juga harus dilihat komitmen emiten itu dalam tanggung jawab lingkungan," ungkapnya.

Sebelumnya, hal senada juga disampaikan oleh Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif. Menurutnya, soal luas lahan tambang ini tidak mudah untuk diputuskan, sebab diperlukan kajian mendalam di masing-masing perusahaan.

"Kalau luas lahan tentunya harus benar-benar melalui kajian tentang sebaran endapan batubara di setiap PKP2B," kata Irwandy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×